GAS NYATA
v
PENYIMPANGAN
HUKUM GAS IDEAL
Hukum gas ideal, PV = nRT merupakan contoh sederhana suatu
persamaaan kedaan yang menghubungkan tekanan, suhu, jumlah bahan kimia dan
volume. Berdasarkan sifat dan prilakunya, molekul-molekul gas ideal bergerak ke
segala arah dalam suatu ruangan sehingga terjadi tumbukan antar partikel dengan
wadah dimana tumbukannya bersifat lenting sempurna. Selain itu juga pada gas
ideal, tidak terdapat gaya
tarik menrik antar molekul dan volume molekulnya sangat kecil, bahkan dapat
diabaikan. Berbeda dengan gas ideal,
volume molekul gas nyata tidak dapat diabaikan. Adanya interaksi atau gaya
tarik menarik antar molekul gas nyata yang sangat kuat, menyebabkan gerakan
molekulnya tidak lurus, dan tekana ke dinding menjadi kecil, lebih kecil
daripada gas ideal.
Adanya
perbedaan sifat antara gas`ideal dengan gas nyata menyebabkan persamaan tau
hukum gas`ideal tidak dapat digunakan untuk gas`nyata pada kondisi tertentu.
Pada kenyataannya gas` yang kita jumpai yakni gas gas alam, tidak secara ketat
mengikuti hukum gas ideal. Gas nyata hanya mengikuti persamaan gas ideal hanya
pada suhu dan tekanan standar, sedangkan pada keadaan suhu dan tekanan tinggi,
gas nyata tidak mengikuti persamaan gas`ideal.
Penyimpangan persamaan
gas`ideal muncul dalam berbagai bentuk, antara lain :
a).

Gambar 1
Keterangan : apabila gas didinginkan ( semakin rendah
suhu), isipadunya mengecil lebih
rendah dari nilai Charles, kemudian bahan tersebut akan terkondensasi,
sedangkan untuk gas yang bersifat unggul, maka akan mematuhi hukum Charles V/T
=konstan dan mengikuti garis lurus (menunjukkan prilaku gas ideal ).
b). 

Gambar 2a Gambar 2b.
Apabila gas bertekanan semakin
tinggi, maka semakin kecil jarak intermolukulnya sehingga semakin jauh atau
semakin besar` deviaasinya dari prilaku gas`ideal seperti ditunjukkan pada
Gambar 2a dan Gambar 2b. hal ini tidak
sesuai dengan hukum Boyle. Hukum Avogadro pun tidak dapat dipegang secara ketat pada tekanan menengah.
Pada tekanan atmosfer, hukum gas
ideal memuaskan atau sesuai untuk kebanyakan gas, tetapi untuk beberapa
(misalnya uapaiar dan amonia) ada penyimpangan sebesar 1 sampai 2%. Penyimpangan
ini disebut faktor ketermampatan kompresibilitas (Z), dengan persamaan
Z=PV/nRT
Dengan perubahan suhu dan tekanan seperti yang
telah disebutkan, maka Z ≠ 1. Artinya pada kondisi tertentu Z bisa kurang
ataupun lebih dari satuy. Ini menunjukkan
penyimpangan hukum gas ideal.
Ø Persamaan
keadaan Van der Waals
Untuk memperbaiki keadaan gas ideal pada suhu dan
tekanan tertentu, maka pada tahun 1873, fisiskawan belanda, Johanes diderik Van
der Waals mengusulkan persamaan keadaan gas yang dikenal dengan persamaan Van
der Waals. Ia
memodifikasi persamaan gas ideal dengan cara menambahkan faktor koreksi pada
volume dan tekanan.
Volume memerlukan faktor koreksi karena
partikel-partikel gas nyata mempunyai volume yang tidak dapat diabaikan,
sehuingga Van der Waals mengurangi volume gas terukur dengan volume efektif
total molekul-molekul gas sebesar nb dengan tujuan untuk memperhitungkan ukuran
partikel-partikel gas.
Videal = Veks – nb
Videal = volume gas`ideal
Veks =volume yang terukur pada waktu
percobaan
n= jumlah mol gas
b= konstanta Van der Waals
- Faktor koreksi yang kedua yaitu pada tekanan

Gambar 3.
Pada
gambar tersebut terlihat perbedaan sifat antara sebuah molekul gas yang
terdapat di dalam gas (A) dengan sebuah molekul lain yang hampir bertumbukan
dengan dinding wadah. Gaya
tarik menarik molekul A samna untuk ke segala arah sehuingga akan saling
menghilangkan. Sedangkan molekul B hampir bertubukkan dengan dinding sehingga gaya tarik menarik antar
molekul gas tersebut dengan molekul lain cenderung dapat menurunkan momentum
molekul gas tersebut ketika bertumbukkan dengan dinding dan akibatnya akan
mengurangi tekanan gas tersebut. Oleh karena itu, tekanan gas tersebut akan lebih kecil
daripada tekanan gas ideal karena pada gas ideal dianggap tidak terjadi gaya
tarik menarik antar molekul.
Makin besar jumlah molekul
persatuan volume, makin besar jumlah tumbukan yang dialami oleh dinding wadah
serta makin besar pula gaya tarik menarik yang dialami oleh molekul-molekul gas
yang hampir menumbuk dinding wadah. Karena itu, faktor koreksi untuk tekanan
adalah a(n2/V2) dimana a=konstanta dan n=jumlah
mol gas.
Dengan memasukkan kedua faktor koreksi tersebut ke
dalam persamaan gas ideal, maka diperoleh persamaan Van der Waals :
[P + (n2a/V2)]
(V – nb) = nRT
P = tekanan absolut gas (atm)
V =volume spesifik gas (liter)
R = konstanta gas (0,082 L.atm/mol atau
8,314J/Kmol)
T =suhu /temperatur absolut gas (K)
n =jumlah mol gas
a,b =konstanta
Van der Waals
tabel beberapa nilai konstanta Van der Waals a dan b:
gas
|
a
(atm dm6 mol-2) |
b
(atm dm6 mol-2) |
He
|
0,0341
|
0,0237
|
Ne
|
0,2107
|
0,0171
|
H2
|
0,244
|
0,0266
|
NH3
|
4,17
|
0,0371
|
N2
|
1,39
|
0,0391
|
C2H
|
4,47
|
0,0571
|
CO2
|
3,59
|
0,0427
|
H2O
|
5,46
|
0,0305
|
CO
|
1,49
|
0,0399
|
Hg
|
8,09
|
0,0170
|
O2
|
1,36
|
0,0318
|
Bila dibandingkan dengan
persamaan gas ideal, persamaan Van der Waals ini dapat digunakan pada gas nyata
denga besaran suhu dan tekanan yang lebih besar. Disamping itu juga persamaan Van
der Waals juga dapat menjelaskan penyimpangan gas nyata dari gas ideal. Namun
walaupun demikian, persamaan Van der Waals ini belum dapat secara sempurna
menggambarkan sifat0sifat gas sehingga digunakan persamaan lain yang dikenal
persamaan Virial.
Ø Persamaan
Virial
Persamaan virial dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dari persamaan di atas terlihat bahwa apabila konstanta Virial mempunyai
nilai yang dapat diabaikan ,maka persamaan diatas menjadi persamaan gas ideal.
Pada tekanan 1 atm, nalai B>>C>>D dan seterusnya sehingga pada
tekanan yang rendah hanya nilia B yang berperan. Pada tekanan yang lebih
tinggi, koefisien C,D, dst menjadi semakin besar sehingga harus dimasukkan ke
dalam persamaan. Nilai-nilai B,C,D dst harus diperoleh dari percobaan dan berbeda
dengan konstanta pada persamaan Van dxer Waals. Tidak terdapat hubungan yang
jelas antara besaran B,C,D dengan sifat-sifat miolekular, tetapi persamaan
Virial ini dapat digunakan untuk mengetahui secara jelas mengenai sifat-sifat
gas nyata secara tepat.
Untuk melengkapi kekurangan pada kedua persamaan di atas maka digunakan
persamaan tiga persamaan keadaan yang lain yaitu :
1. Persamaan
Berthelot
P = 

2. Persamaan
Dieterici
P = 

3. Persamaan
Virial
P = 

4. Persamaan Redlich-Kwong
persamaan Redlich-Kwong adalah persamaan dua-konstanta yang dianggap paling
baik oleh banyak pihak. Persamaannya
yaitu :

Persamaan ini yang diajukan pada tahun 1949bersifat
empiris dan tidak memilki pembuktianyang menyeluruh dalam argumentasi molekul. Persamaan
Redlich-Kwongbersifat ekplisit untuk tekanan tetapi tidak untuk volume spesifik
maupun temperature.
Walawpun persamaan Redlich-Kwong lebih sulit untuk
dimanipulasi secara matematis dibandingkan persamaan Van der Waals, tapi
persamaan ini lebih akurat, terutama pada tekanan tinggi. Persamaan
Redlich-Kwong dua konstanta memberikan hasil yang lebih baik daripada beberapa
persaman keadaan yang lain yang memeliki konstanata yang dapat
diubah-ubah.walawpu demikian persamaan dua-konstanta ttap hanya memberikan
nilaiakurasi yang terbatas apabila tekanan (atau kerapatan ) ditingkatkan.
v Hukum
atau persamaan keadaan gas nyata lainnya yang dapat digunakan yaitu :
- Hukum Boyle (Hubungan antara volume dan tekanan gas (suhu gas konstan))
Robert Boyle (1627-1691) melakukan eksperimen alias percobaan untuk
menyelidiki hubungan kuantitaif antara tekanan dan volume gas. Percobaan ini
dilakukan dengan memasukan sejumlah gas tertentu ke dalam sebuah wadah
tertutup. Sampai pendekatan yang cukup baik, om obet menemukan bahwa apabila
suhu gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, volume
gas semakin berkurang. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang,
volume gas semakin bertambah. Istilah kerennya tekanan gas berbanding terbalik
dengan volume gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Boyle.
Secara matematis ditulis sebagai berikut :
P1V1=P2V2
Arti
dari persamaan 1 adalah : pada suhu (T) konstan, apabila tekanan (P)
gas berubah maka volume (V) gas juga berubah sehingga hasil kali antara tekanan
dan volume selalu konstan. Dengan kata lain, apabila tekanan gas bertambah,
maka volume gas berkurang atau sebaliknya jika tekanan gas berkurang maka
volume gas bertambah, sehingga hasil kali antara tekanan dan volume selalu
konstanCatatan :
§ Hukum Charles (Hubungan antara suhu dan
volume gas (tekanan gas bernilai tetap))
Seorang
ilmuwan berkebangsaan Perancis yang bernama Jacques Charles (1746-1823)
menyelidiki hubungan antara suhu dan volume gas. Berdasarkan hasil
percobaannya, ia menemukan bahwa apabila tekanan gas selalu konstan, maka
ketika suhu gas bertambah, volume gas pun bertambah. Sebaliknya ketika suhu gas
berkurang, volume gas pun berkurang atau
V/T= konstan sehingga secara matenatis dapat ditulis sebagai baerikut:
V1/T1 = V2/T2
Arti
dari persamaan 1 adalah : pada tekanan (P) konstan, apabila suhu
mutlak (T) gas berubah maka volume (V) gas juga berubah sehingga hasil
perbandingan antara suhu mutlak dan volume selalu konstan. Dengan kata lain,
jika suhu mutlak gas bertambah, maka volume gas juga bertambah atau sebaliknya
jika suhu mutlak gas berkurang maka volume gas juga berkurang, sehingga hasil
perbandingan antara suhu dan volume selalu konstan.
§ Hukum Gay-Lussac(Hubungan antara Tekanan
gas dan Suhu gas (volume gas bernilai tetap)
. Berdasarkan percobaan yang
dilakukannya, Gay-Lussac menemukan bahwa apabila volume gas dijaga agar
selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, suhu mutlak gas pun ikut2an
bertambah. Demikian
juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, suhu mutlak gas pun ikut2an
berkurang. Istilah
kerennya, pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak
gas. Hubungan ini
dikenal dengan julukan Hukum Gay-Lussac. Secara matematis
ditulis sebagai berikut :
P1/T1=P2/T2
Arti dari persamaan 1
adalah : pada volume (V) konstan, apabila tekanan (P) gas berubah maka suhu
mutlak (T) gas juga berubah sehingga hasil perbandingan antara tekanan dan suhu
mutlak selalu konstan. Dengan kata lain, jika tekanan gas bertambah, maka suhu
mutlak gas juga bertambah atau sebaliknya jika tekanan gas berkurang maka suhu
mutlak gas juga berkurang, sehingga hasil perbandingan antara tekanan dan suhu
selalu konstan.
Perlu
diketahui bahwa hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac memberikan
hasil yang akurat apabila tekanan dan massa jenis gas tidak terlalu besar. Di
samping itu, ketiga hukum tersebut juga hanya berlaku untuk gas yang suhunya
tidak mendekati titik didih. Berdasarkan kenyataan ini, bisa disimpulkan bahwa
hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac tidak bisa diterapkan untuk
semua kondisi gas. Namun hukum Boyle, Hukum Charles dan hukum Gay-Lussac tidak
bisa berlaku untuk semua kondisi gas nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1986.Physical Chemistry Third Edition.Oxford:Oxford Univeristy Press.
Bird,
Tony.1987.Kimia Fisika untuk Universitas.Jakarta:Gramedia.
Dogra,S.K
dan Dogra S.1990.Kimia Fisika dan
Soal-Soal.Jakarta:UI Press.
Http/gasidealdangasnyata-Chem-is-try-Org-SituskimiaIndonesia.com
Diambil pada tanggal10
September.Waktu:11.45 WITA.
Tim
Penyusun.2004.Kimia 1a SMA.Klaten:PT
Intan Pariwara.
Teori Kinetika Gas Ideal
Teori kinetika gas, didasarkan pada 3 asumsi :
- Volume molekul-molekul gas dapat kita abaikan karena diameter rata-rata partikel relatif jauh lebih kecil daripada jarak bebas rata-rata antara partikel-partikel gas.
- Molekul-molekul gas bergerak secara acak ke segala arah. Molekul-molekul itu bergerak lurus kecuali bila terjadi tumbukan baik dengan molekul lain atau dengan atau dengan dinding wadah.
- Tumbukan yang terjadi lenting sempurna, artinya energi kinetik partikel tidak berubah menjadi bentuk energi lain seperti vibrasi pertikel misalnya.
- Energi kinetik gas berbanding langsung dengan volume.
Tekanan yang dikenakan
oleh suatu gas adalah akibat tumbukan molekul-molekul pada dinding batas.
kelajuan molekul gas, v
-- terdiri daripada
komponen-komponen kelajuan dalam arah x, y dan z Þ vx,
vy, vz
z
![]() |
v
vz
x vy vx y
Diketahui
bahwa: v2
= vx2 + vy2
+ vz2
atau v = (vx2 + vy2
+ vz2)½ (1)
Kelajuan
rata-rata pangkat dua ialah

di mana N =
bilangan molekul
Anggaplah
=
= 



\
= 3
Þ
=
(3)




(sama juga bagi vy dan vz)
Kita andaikan satu molekul gas yang
bermassa m, bergerak dalam sebuah kubus dengan laju vx yang searah dengan sumbu x. Molekul ini
menumbuk dinding kanan dan memantul balik dengan laju –vx. Kita
tujukan perhatian kita pada salah satu komponen kecepatan saja yaitu yang
searah dengan koordinat x.






F = 

= 

= 

= 

P
= 



(A = luas dinding, V = volume kubus)
Andaikan dalam kubus itu ada N molekul dan tumbukan
berlaku ke semua arah dengan laju rata-rata
maka

Px =
; Py
=
; Pz
=



Dari (3),
=
=
=
jika Px = Py = Pz
= P






atau PV =
(4)

![]() |
atau PV =
(5)


PV = konstan
Þ Hukum Boyle
energi Kinetik rata-rata
Bagi 1 molekul:

Bagi N molekul:
(6)

Bagi NA
molekul (1 mol) :
=
(7)


Hubungan tekanan dan volume dengan energi kinetik
Dari
(6), PV = 

= 

![]() |
\
PV =
(8)

Suhu dan Energi Kinetik
Partikel Gas




Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa energi
kinetik gas berbanding lurus dengan suhu dan tidak bergantung pada volume
maupun banyak pertikel gas. Sehingga dalam hal ini kita dapat menentukan besar
kecepatan rata-rata sedangkan besar kecepatan efektifnya (
root mean square)
adalah akar dari kuadrat kecepatan rata-rata. Telah diketahui bahwa
dan persamaan
. Apabila kedua persamaan disubtitusikan, maka diperoleh




dalam hal ini 

Jadi 

Contoh Soal :
Berapa km/jam laju rata-rata sebuah molekul H2
yang bersuhu 30°C?

=
1943.9 m/det
1 m/det = 3.6 km/jam
jadi
6998.0 km/jam

(atau
≈ 7000 km/jam)

Suatu gas dapat juga mengalami difusi melalui rongga.
Difusi gas yaitu perpindahan molekul gas dari konsentrasi besar ke konsentrasi
kecil sampai konsentrasinya sama. Waktu yang diperlukan oleh suatu gas untuk
difusi berbanding lurus dengan berat molekul gas tersebut sehingga makin tinggi
berat molekul suatu gas maka waktu yang diperlukan untuk difusi makin lama.
Teori difusi gas ini bisa digunakan untuk mengukur berat molekul suatu gas.
Laju Efusi
Jika gas pada tekanan p dan temperatur T
dipisahkan dari ruang vakum dengan lubang yang sangat kecil, maka laju
keluarnya molekul sama dengan laju pembentukan molekul pada luas lubang itu.
Jadi jika luar lubang : Ao, jumlah molekul yang keluar per
satuan waktu adalah :
ZwAo = pAo / (2pmkT)1/2
Kenyataan bahwa sisi sebelah kanan sebanding dengan 1/m1/2
merupakan asal usul hukum efusi Graham yaitu bahwa laju efusi berbanding
terbalik dengan kuadrat akar massa molar.
Contoh :
Hitung suhu dinding luar pesawat ruang angkasa yang
memasuki atmosfer bumi dengan kecepatan 8,2 km/detik. Suhu udara pada
ketinggian 65 km di atas permukaan bumi, dimana terjadi pemanasan yang
maksimum) adalah -23 derajat celcius. Asumsikan komposisi atmosfer pada
ketinggian tersebut sama dengan komposisi udara pada permukaan bumi.
Penyelesaian :
Jika kita asumsikan roket tidak bergerak, maka laju
partikel-partikel gas pada ketinggian 65 km dari permukaan bumi dapat dicari
dengan persamaan :
crms = 3RT / M = (3kT / m)
Jika berat molekul rata-rata udara = 0.029 kg/mol
Maka :
Jadi laju partikel terhadap roket jika roket tidak
bergerak adalah sebesar 4.6 x 102 m/detik. Dalam hal seperti di atas
(roket tidak bergerak) roket akan mencapai keseimbangan termal dengan partikel
– partikel gas tersebut dan suhunya akan menjadi 250 K.
Tetapi kita ketahui bahwa roket bergerak dengan kecepatan
82 x 102 m/detik, sehingga kecepatan relatif maksimum antara roket
dengan partikel – partikel gas akan menjadi :
crel = (82 + 4.6)
x 102 m/det
= 86.6 x
102 m/det.
Dengan memasukkan nilai ini ke dalam rumus crms,
maka didapat : t = (m/3r) c2 = 0.029 / 3 (8.314) x (86.6 x 102)2
= 8.7 x 104 K.
Jadi
menurut teori kinetik gas, suhu dinding luar pesawat ruang angkasa aakn
mencapai suhu 8700 K. Pada kenyataannya dinding luar pesawat angkasa tidak akan
mencapai suhu setinggi itu karena asanya efek lain. Molekul – molekul gas akan
terpantul dari dinding luar pesawat ruang angkasa dan akan bertumbukan dengan
partikel – partikel gas lain di muka pesawat ruang angkasa tersebut. Partikel –
partikel gas yang terpantul tersebut akan terbawa di depan pesawat ruang
angkasa sehingga partikel – partikel gas lain tidak bertumbukan dengan dinding
pesawat melainkan dengan partikel – partikel gas yang terbawa di muka pesawat
tersebut. Sebenarnya pada titik inilah suhu yang sangat tinggi tersebut akan
terjadi dan biasanya yang akan terurai membentuk plasma panas dan shock wave
berbentuk kerucut yang memancarkan energi panas. Untuk partikel seperti
meteorit, shock wave tidak terbentuk karena ukuran objek kecil. Dalam
hal ini, meteorit akan terbakar dan menguap pada atmosfer bagian atas serta
menghasilkan cahaya terang yang tampak di langit pada waktu malam.
Tumbukan antar Molekul Gas
Dengan menganggap partikel gas mempunyai volume dan
ukuran tertentu, kita dapat mengembangkan teori kinetik gas untuk menghitung
tumbukan antar molekul – molekul gas. Hal di atas dapat dilakukan dengan
menganggap bahwa partikel – partikel gas terdiri dari bola – bola yang keras,
licin, berdiameter d, dan bermassa m. Karena partikel – partikel
gas keras dan licin, maka dalam setiap tumbukan antara partikel – partikel gas
tersebut energi kinetik dan momentum partikel tidak berubah atau dengan kata
lain bersifat lenting sempurna.
Anggapan bahwa partikel – partikel gas mempunyai volume
tertentu memungkinkan kita untuk menurunkan sebuah persamaan untuk menghitung
jumlah tumbukan per satuan waktu yang dialami oleh sebuah partikel gas. Selain
itu juga kita dapat menentukan jarak rata – rata yang ditempuh oleh partikel
sebelum partikel bertumbukan dengan gas lain.
Suatu tumbukan terjadi apabila permukaan dua partiekl
saling bersentuhan pada suatu titik. Pada keadaan ini jarak antara kedua pusat
partiekl tersebut adalah d dimana d adalah diameter sebuah
partikel gas.
Andaikan
kita mempunyai N partikel gas dalam sebuah wadah yang bervolume V.
Dan kita memiliki sebuah partikel A yang memiliki laju rata – rata c;
setelah t detik. Partikel ini akan bergerak sejauh ct. Semua
partikel gas lain yang terletak pada jarak d atau kurang dari pusat
partikel A ini akan mengalami tumbukan dengan partikel A ini.
Dengan kata lain, banyaknya partikel gas yang bertumbukan dengan partikel
A akan terletak dalam silinder seperti volume silinder biasa dinamakan
pula sebagai volume "tumbukan".
Volume silinder
= pd2ct.
Karena jumlah partikel per satuan volume = N/V, maka jumlah partikel di
dalam silinder = (N/V) pd2ct dan jumlah tumbukan per satuan waktu = pd2c.
Faktor yang paling penting dalam
tumbukan adalah laju relatif yaitu laju molekul yang satu relatif terhadap laju
molekul yang ditumbuknya. Tumbukan yang sering terjadi atau disebut tumbukan
"rata – rata" berlangsung dengan sudut 90o. hal ini
berarti laju relatif dua partikel gas yang bertumbukan tersebut adalah
.

Dengan
mensubstitusikan nilai ini ke dalam persamaan di atas, akan diperoleh jumlah
tumbukan yang dialami oleh sebuah partikel gas per satuan waktu per satuan
volume (ZA) sebagai berikut :



Karena itu,
jumlah total tumbukan ZAA adalah :


d
Gerakan partikel gas A dan
volume "tumbukan" gas A (volume "tumbukan" = volume
silinder)
Pembagian dengan angka 2 tujuannya
adalah agar kita tidak menghitung satu tumbukan dua kali. Persamaan ini hanya
berlaku untuk suatu gas tunggal dengan asumsi bahwa tumbukan yang melibatkan
tiga partikel sekaligus tidak terjadi.
Sekarang jarak bebas rata – rata L,
yaitu jarak rata – rata yang ditempuh partikel sebelum bertumbukan dengan
partikel lain dapat diperoleh dengan jalan membagi laju rata – rata ZA,
sehingga akan diperoleh :

Untuk tumbukan
dua jenis gas yang berbeda persamaannya yaitu :

dA =
diameter partikel A
dB =diameter
partikel B
mA =
massa partikel A
mB =
massa partikel B
nA =
jumlah partikel A
nB =
jumlah partikel B
NAMA: FATMAWATI
FOVI FAUZIAH
DISTRIBUSI KECEPATAN
MOLEKULER GAS
Distribusi kecepatan molekuler gas
menyatakan tentang adanya pergerakan molekul gas kesegala arah. Dimana jumlah
molekul yang bergerak mempengaruhi distribusi kecepatan, pada penyeban
laju-laju partikel gas yang telah dipelajari oleh Maxwell dan boltzman. Pada
teori Maxwell dan boltzman menyatakan bahwa partikel-artikel gas yng bergerak
tidak hanya berinteraksi satu sama lain melainkan partikel-partikel tersebut
bergerak bebas dan bertubrukan. Selain itu maxwell dan boltzman menyatakan
adanya fungsi distribusi yang menyatakan pada setiap arah kecepatan, terdapat
kecepatan yang berbeda sehingga jumlah molekul dan komponen kecepatan tiap
molekul berbeda-beda yang dinyatakan dalam

dN/N
= Fraksi partikel yang bergerak dengan laju diantara C dan C+ dC
m=
massa satu
partikel gas
T=Suhu
dalam satuan Kelvin
Pada distribusi
kecepatan molekuler gas dijelaskan pula factor-faktor yang dapat mempengaruhi
pergerakan molekul. Faktor tersebut antara lain adalah suhu atau panas. Bagi
setiap kecepatan terdapat sejumlah molekul tertentu yang berbeda , dimana
setiap molekul ini apabila diberikan panas yang berbeda akan memberikan hasil
distribusi kecepatan yang berbeda pula.
Pada kecepatan molekuler gas dengan
adanya panas, molekuler gas bergerak kesegala arah dan dari pergerakan ini kita
dapat mengetahui distribuís kecepatan molekul pada arah pergerakan tertentu.
Berdasarkan asumsi tentang sifat acak molekul gas, diketahui bahwa
molekul-molekul gas memiliki kecepatan yang berbeda-beda atau dengan kata lain
memiliki distribusu kecepatan.
Perhatikan kurva distribusi
kecepatan berikut:

Dari kurva diatas kita dapat
mengetahui bahwa pada suhu yang berbeda akan memberikan ditribusi kecepatan
yang berbeda pula. Pada suhu rendah seperti suhu ruang pola distribusi partikel
gas memperlihatkan pola yang langsing
yang berarti kerapatan molekul semakin tinggi yang menyebabkan kecepatannya
rendah dan pergerakannya semakin
melambat karena pada kondisi ini ruang gerak molekul-molekul tersebut begitu
sempit yang menyebabkan molekul-molekul tersebut tidak bebas bergerak sehingga
pada suhu rendah dikatakan tidak memiliki distribusi kecepatan. Sedangkan pada
suhu tinggi, kurva terlihat lebar yang menunjukkan kerapatan molekul yang
rendah sehingga molekul-molekul tersebut dapat bergerak bebas kesegala arah
karena pada kondisi ini molekul-molekul tersebut memiliki ruang gerak yang luas
dan menyebabkan kecepatan laju molekul semakin tinggi atau pada kondisi ini
molekul-molekul dikatakan memiliki kecepatan yang berbeda atau memiliki
distribusi kecepatan. Jadi dari kurva diatas kita dapat mengetahui pengaruh
suhu terhadap pergerakan molekul yaitu ketika suhu rendah, pergerakan molekul
semakin lambat sebaliknya ketika suhu tinggi pergerakan molekul semakin cepat.
Selain
itu distribusi kecepatan juga dipengaruhi oleh banyaknya molekul atau atom yang
bergerak dengan kecepatan yang bermacam-macam kesegala arah. Adanya pergerakan
molekul kesegala arah menyebabkan adanya tubrukan antarmolekul. Tubrukan
antarmolekul ini semakin sering apabila pergerakan molekul semakin cepat.
Sehingga pada kondisi ini kemungkinan atau peluang untuk molekul saling bertubrukan
sangat besar. Kondisi ini hanya terjadi
pada saat temperaturnya tinggi. Sehingga dari pernyataan diatas laju fraksi
molekul pada suhu tertentu dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Dengan rumus diatas kita dapat
mengetahui hubungan kecepatan standar molekul pada temperatur tertentu
sedangkan untuk mengetahui kecepatan efektif suatu molekul dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:

Pada distribusi molekuler gas yang
bergerak dengan adanya jumlah yang banyak dan bergerak pada arah yang berbeda
pula, maka kita dapat menghitung kecepatan rata-rata molekul gas pada suhu
tertentu yakni dengan menggunakan rumus:

Sehingga dengan rumus ini kita
dapat menghitung kecepatan rata-rata sejumlah molekul tertentu yang bergerak
dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Keseluruhan
teori diatas telah dibuktikan oleh maxwell-boltzman secara eksperimental dengan
menggunakan intensitas seberkas sinar molekuler partikel gas dengan menggunakan
sebuah selektor kecepatan yang dapat menentukan ditribusi laju molekuler.
Mekanisme percobaan tersebut adalah gas dilewatkan pada selektor arah sehingga
gas tersebut akan menuju satu arah, selanjutnya gas tersebut menuju selektor
kecepatan dan berakhir disebuah detektor. Pada detektor ini, ditemukan bahwa
atom atau molekul-molekul gas memiliki kecepatan yang berbeda-beda.
Jadi dengan teori tersebut kita
dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan molekuler gas yaitu pada suhu
rendah kecepatan molekuler gas semakin rendah sebaliknya pada suhu tinggi
kecepatan molekuler gas semakin tingg
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, Robert A. 1984. Kimia Fisik
Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Atkins, P.W.1994. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: PT.Gramedia
Contohsoal 4
BalasHapusUntuk menentukan kecepatan molekul gas CO2 dengan massa molar 44,01 g mol-1, pada suhu 298oK. maka, c=((38,314JK^(-1) 〖mol〗^(-1) 298o_K)/(44,01 x 〖10〗^(-3) kg〖mol〗^(-1) )) .^(1/2)=411 ms^(-1)
Gas oksigen yang dihasilkandaripenguraiankaliumkloratdikumpulkanseperti yang ditunjukkanpadaGambar 1.2.Volume oksigen yang dikumpulkanpada 24°C dantekananatmosfer 762 mmHg adalah 128 mL.Hitungmassa (dalam gram) gas oksigen yang diperoleh. Tekananuap air pada 24°C adalah 22,4 mmHg.
BalasHapus