PENGANTAR
Garam Rangkap dan Garam Kompleks
Suatu
senyawa adisi atau senyawa molekular terbentuk jika sejumlah stoikiometris dua
atau lebih senyawa yang stabil direaksikan dan bergabung membentuk suatu
senyawa yang baru. Pembentukan sejumlah senyawa adisi diberikan dalam beberapa
contoh berikut :
KCl
+ MgCl2 + 6H2O à KCl.MgCl2.6H2O
carnallite
K2SO4 + Al2(SO4)3
+ 24H2O à K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O
kalium
alum CuSO4 + 4NH3 +
H2Oà CuSO4.4NH3.H2O
tetraammintembaga(II) sulfat monohidrat
(NH4)2SO4 + FeSO4 + 6H2Oà FeSO4.(NH4)2SO4.6H2O
Garam
Mohr
` Fe(CN)2 + 4KCN à Fe(CN)2.4KCN
kalium ferosianida
Ada
dua jenis senyawa adisi:
1. garam rangkap
2. garam kompleks
- Garam Rangkap
Suatu garam
rangkap cukup stabil dalam fase padatannya. Jika garam rangkap ini dilarutkan
dalam air, maka garam ini akan terurai menjadi ion-ion penyusunnya.
Misalnya jika
kristal carnallite dilarutkan dalam air, maka dalam larutan akan terdapat
ion-ion penyusun kristal karnalit tersebut, yaitu K+, Mg+,
dan Cl-.
- Garam Kompleks
Berbeda
dengan garam rangkap, jika garam kompleks dilarutkan ke dalam air, garam
tersebut tidak akan terurai menjadi ion-ion sederhana dari unsur penyusunnya,
tetapi terionisasi menjadi ion-ion kompleks. Misalnya saja jika senyawa CuSO4.4NH3.H2O
dilarutkan dalam air, maka senyawa tersebut tidak akan terurai menjadi ion Cu2+,
tetapi akan menghasilkan spesi terlarut berupa ion kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+
yang stabil. Senyawa-senyawa yang mengandung ion kompleks semacam ini disebut
sebagai senyawa kompleks.
Kimia
koordinasi adalah salah satu cabang dari kimia anorganik yang mempelajari
tentang senyawa-senyawa kompleks. Senyawa kompleks terdiri atas suatu logam
yang berperan sebagai atom pusat, ion logam ini dikelilingi sejumlah ligan yang
berikatan langsung dengannya hingga membentuk suatu geometris tertentu.
Sifat-sifat
kimiawi dari suatu senyawa kompleks ditentukan oleh konfigurasi elektron dari
logam pusat, sifat-sifat ligan, dan interaksi yang terjadi antara logam dengan
ligan.
SEJARAH KIMIA
KOORDINASI
Pada awal
perkembangannya, senyawa kompleks banyak mengundang pertanyaan bagi para
ilmuwan disaat itu akan sifatnya yang stabil. Kestabilan dari senyawa tersebut
tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan teori-teori mengenai struktur dan
valensi atom yang dikenal saat itu. Misalnya saja, bagaimana CoCl3 yang
merupakan suatu garam yang stabil dapat bereaksi dengan sejumlah senyawa
seperti NH3 dan menghasilkan sejumlah senyawa baru : CoCl3.6NH3;
CoCl3.5NH3 dan CoCl3.4NH3 ?
Struktur semacam apa yang dimiliki oleh senyawaan tersebut? Bagaimana ikatan
yang terbentuk antar atom dalam senyawaan itu?
Untuk meneliti
sifat dan struktur dari senyawa semacam itu, para ilmuwan membuat berbagai
macam senyawa dengan reaksi kimia yang sederhana untuk mencari suatu pola
tertentu dari senyawa-senyawa tersebut.
A. Teori
Jorgensen
Teori
Rantai yang dikemukakan oleh seorang kimiawan Denmark, S.M. Jǿrgensen sekitar
tahun 1875, merupakan salah satu usaha utama untuk menjelaskan ikatan yang
terbentuk dalam senyawa kompleks.
Jorgensen
mengajukan teorinya berdasarkan reaksi pengendapan AgCl oleh CoCl3.xNH3.
CoCl3.6NH3
(jingga-kuning) + AgCl (excess) à 3 AgCl
CoCl3.5NH3 (pink) + AgCl (excess) à 2 AgCl
CoCl3.4NH3
+ AgCl (excess)
à 1 AgCl
CoCl3.3NH3
(biru-hijau) + AgCl (excess)
à -
Berdasarkan
perbandingan mol AgCl yang terendapkan, maka Jorgensen mengusulkan struktur
untuk CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3
masing-masing sebagai berikut :
|
||
|
||
|



Menurut
Jorgensen, atom Cl yang terikat langsung pada Co terikat sangat kuat sehingga
tidak dapat diendapkan, sementara atom Cl yang terikat pada NH3 mudah
lepas sehingga dapat diendapkan oleh perak nitrat. Hasil eksperimen untuk reaksi
CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3
sesuai dengan struktur teoritis yang diajukan. Akan tetapi teori Jorgensen ini
tidak dapat menjelaskan struktur yang sesuai untuk senyawa CoCl3.4NH3.
B. Teori Alfred
Werner
Pada tahun
1893, ilmuwan berkebangsaan Swiss, Alfred Werner mengajukan suatu teori
mengenai ikatan yang terbentuk dalam suatu kompleks.
Postulat-postulat
dari teori Werner adalah sebagai berikut :
- Dalam senyawa kompleks, ion logam yang menjadi atom pusat dapat memiliki dua macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi sekunder.
- Logam pusat memiliki kecenderungan untuk menjenuhkan baik valensi primer maupun valensi sekudernya.
- Valensi primer diisi oleh anion, dan tidak menentukan geometri dari kompleks. Spesi yang mengisi valensi primer dapat diionkan sehingga dapat diendapkan.
- Valensi sekunder dapat diisi baik oleh anion maupun spesi netral. Spesi yang mengisi valensi sekunder terikat dengan kuat dan memiliki kedudukan khusus dalam ruang
- Banyaknya spesi yang mengisi valensi sekunder menentukan bentuk geometri dari kompleks
Dalam
pengertian modern, valensi primer dalam Teori Werner adalah tingkat oksidasi
dari logam pusat. Spesi yang mengisi valensi sekunder adalah ligan, dan jumlah
valensi sekunder dalam istilah modern disebut sebagai bilangan koordinasi.
Berdasarkan
postulat-postulat di atas, Werner dapat meramalkan struktur dari CoCl3.xNH3.
Misalnya
pada senyawa CoCl3.6NH3, Werner menyatakan bahwa struktur
senyawa tersebut adalah sebagai berikut:


Untuk senyawa
CoCl3.3NH3, Werner mengajukan struktur sebagai berikut:
![]() |
Pada
CoCl3.3NH3, Cl terikat pada valensi primer dan pada
valensi sekunder, sehingga tidak dapat terionkan
dan diendapkan oleh perak nitrat.
Dalam
teori modern, maka valensi primer pada Teori Werner menunjukkan bilangan
oksidasi dari logam pusat, sementara valensi sekunder adalah bilangan
koordinasi yang menunjukkan banyaknya ligan yang dapat diikat oleh logam pusat.
BILANGAN
ATOM EFEKTIF (EFFECTIVE ATOMIC NUMBER)
Pada
tahun 1916, Lewis mengemukakan bahwa suatu ikatan kovalen terbentuk antara dua
atom dalam suatu molekul melalu pemakaian bersama suatu pasangan elektron.
Konsep Lewis ini selanjutnya dikembangkan oleh Sidgwick. Sidgwick mengemukakan
suatu teori untuk pembentukan ikatan koordinasi (kadang-kadang juga disebut
sebagai ikatan polar atau ikatan datif). Menurut Sidgwick, ligan mendonorkan
pasangan elektron kepada ion logam, sehingga membentuk suatu ikatan koordinasi.
Arah pemberian elektron dari ligan kepada ion logam ditunjukkan dengan tanda
panah dari arah ligan menuju logam. Ikatan koordinasi tidak jauh berbeda dengan
ikatan kovalen, karena sama-sama menyangkut pemakaian bersama pasangan
elektron, perbedaannya hanya terletak pada pembentukan ikatan tersebut.

Kompleks [Co(NH3)6]3+,
enam buah ligan NH3 yang mengelilingi Co3+ masing-masing
mendonorkan sepasang elektron pada Co3+ untuk membentuk ikatan,
ditunjukkan dari arah panah yang menuju Co3+ dari NH3
Dalam
konsepnya mengenai ikatan koordinasi ini, Sidgwick menyatakan bahwa jumlah
elektron yang mengelilingi ion pusat, termasuk yang didonorkan oleh ligan
disebut sebagai bilangan atom efektif (Effective Atomic Number, EAN) dari logam
tersebut. Pada sebagian besar senyawa kompleks, jumlah elektron yang
mengelilingi ion pusat sama dengan nomor atom dari gas mulia setelah logam
tersebut dalam sistem periodik unsur. Fenomena ini disebut sebagai Aturan
Bilangan Atom Efektif.
Untuk
menghitung EAN suatu ion logam dalam kompleks tertentu dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut :
EAN = ( Z – x ) + ( n x y )
Dimana
Z adalah nomor atom logam pusat, x adalah tingkat oksidasi dari logam pusat
tersebut, n adalah jumlah ligan, dan y menunjukkan jumlah elektron yang
disumbangkan oleh satu ligan.
Dalam
kenyataannya, ternyata banyak senyawa-senyawa kompleks yang tidak mengikuti
aturan EAN ini. Tetapi berdasarkan EAN tersebut sifat kemagnetan dari suatu
senyawa dapat diramalkan. Kompleks yang mengikuti Aturan EAN (EAN sama dengan
nomor atom gas mulia terdekat dari logam) bersifat diamagnetik. Sebaliknya,
kompleks yang tidak mengikuti aturan EAN bersifat paramagnetik. Hal ini telah
dibuktikan melalui ekperimen.
Misalnya
saja, untuk ion Co3+ (nomor atom Co = 27) dalam kompleks [Co(NH3)6]3+.
Setiap ligan NH3 menyumbangkan dua buah elektron, dan dalam kompleks
tersebut, Co3+ dikelilingi oleh 6 ligan NH3. Maka EAN
dari Co3+ dalam kompleks tersebut dapat dihitung sebagai berikut.
(27
- 3) + (6 x 2) = 36 (sama dengan nomor atom Kripton, gas mulia setelah Co dalam
SPU.
Harga
EAN dari Co3+ dalam kompleks tersebut mengikuti Aturan EAN, sehingga
dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat diamagnetik
Sebaliknya,
sejumlah kompleks yang tidak mengikuti Aturan EAN ternyata bersifat
paramagnetik. Misalkan untuk kompleks [Cu(NH3)4]2+.
Nomor atom Cu adalah 29, ion Cu2+ dalam kompleks tersebut
dikelilingi 4 ligan NH3 yang masing-masing menyumbangkan dua buah
elektron. Dengan demikian harga EAN dari Cu2+ dalam kompleks
tersebut adalah : (29 – 2 ) + ( 4 x 2 ) = 35. Harga ini tidak sesuai dengan
aturan EAN. Dengan demikian kompleks [Cu(NH3)4]2+
dapat diramalkan bersifat paramagnetik. Jumlah elektron tidak berpasangan yang
ada dalam kompleks ini dapat dihitung dari selisih antara nomor atom gas mulia
sesudah atom logam dengan harga EAN dari logam pada kompleks tersebut. Untuk
kasus kompleks [Cu(NH3)4]2+ seperti di atas,
jumlah elektron tidak berpasangan yang ada dalam kompleks adalah
36
(nomor atom Kr) – 35 (EAN dari Cu2+) = 1
Harga
momen magnetik (μ) suatu
kompleks dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
μ = { n ( n + 2) }½
Dengan
n adalah jumlah elektron tidak
berpasangan yang ada pada kompleks.
LATIHAN
- Larutan FeSO4 yang direaksikan dengan larutan (NH4)2SO4 dengan perbandingan molar 1:1) memberikan hasil positif atas uji keberadaan ion Fe2+. Akan tetapi larutan CuSO4 yang dicampurkan dengan NH3 cair (dengan perbandingan molar 1:4) tidak memberikan hasil positif atas uji keberadaan ion Cu2+. Jelaskan mengapa!
- Jelaskan mengapa [Pt(NH3)2Cl2] dan [Pt(NH3)6]Cl4 memiliki konduktivitas elektrolit yang berbeda!
- Urutkan kompleks-kompleks berikut berdasarkan kenaikan konduktivitas elektrolitnya : [Co(NH3)3Cl3]; [Co(NH3)5Cl]Cl2; [Co(NH3)6Cl3; dan [Co(NH3)5Cl]Cl!
- Tentukan jumlah elektron tidak berpasangan dan momen magnetik dari : (a) [Cu(NH3)4]2+
(b)
[Cr(NH3)6]Cl3
- Gunakan aturan EAN untuk meramalkan rumus molekul suatu kompleks karbonil yang terbentuk dengan atom Cr (NA = 24); Fe (NA = 26) dan Ni (NA = 28) sebagai atom pusat kompleks tersebut! Diasumsikan ketiga logam berada pada tingkat oksidasi nol!
ligan
adalah molekul sederhana yang dalam senyawa kompleks bertindak sebagai donor
pasangan elektron (basa Lewis). ligan akan memberikan pasangan elektronnya
kepada atom pusat yang menyediakan orbital kosong. interaksi antara ligan dan
atom pusat menghasilkan ikatan koordinasi. jenis-jenis ligan ialah monodentat,
bidentat dan polidentat.
Jumlah ligan yang mengelilingi atom pusatmenyatakan bilangan
koordinasi.
Hal
yangsangat spesifik dari senyawa kompleks adalah adanya spesies
bagian
dari senyawa itu yang tidak berubah baik dalam padatanmaupun dalam larutan, walaupun sedikit ada disosiasi. Spesiestersebut dapat berupa nonionik, kation dan anion,
bergantung padamuatan penyusunnya. Jika bermuatan maka spesies itu disebut ionkompleks atau lebih
sederhana disebut spesies kompleks(Ramlawati. 2005; 1)
Garam rangkap: Contoh; Kal(SO4)2.H2O(s) atauK2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Garam ini terdiri dari dua macam garamyang mengkristal menjadi satu.
Garam rangkap dapat pulamengandung satu kation dan satu anion; misalnya kapur klor,CaOCl2atau CaCl2.Ca(OCl)2. Dalam air semua ion-ionnya terurai.Tawa di atas bersifat
asam, karena Al3+(aq) berasal
dari basa lemah(Rufiati, Etna. 2010; 1).
Suatu garam yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam
tertentu disebutgaram rangkap. Proses
pembentukan dari garam rangkap terjadiapabila dua garam
mengkristal bersama-sama denganperbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu memiliki strukturtersendiri dan tidak harus
sama dengan struktur garamkomponennya (Syahbani, Annisa. 2009; 2).
Senyawa
kompleks berbeda dengan garam rangkap. Contoh,dua
senyawa 2KCl.HgCl2 dan 2KCl.HgCl2.
Sepintas kedua senyawa inimirip tetapi
ternyata memiliki sifat yang berbeda. Senyawa yangpertama menghasilkan tiga
ion tiap molekul. Berdasarkanperbedaan sifat itu, senyawa pertama
dinamakan kompleks yang secara umum dituliskan K2[HgCl4], dan senyawa kedua dinamakangaram rangkap
dan tetap ditulis 2KCl.HgCl2
(Ramlawati. 2005; 1-2).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatankoordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni satu
ligan (Svehla,G. 1979; 95).
Pembentukan kompleks oleh ion logam tergantung adakecenderungan untuk mengisi orbital atom kosong dalam usahamencapai konfigurasi
elektron yang stabil. Ikatan yang terbentuk dapat
bersifat kovalen seperti [Fe(CN)6]4+atau elektrostatik seperti[Ca(H2O)2]2+
.
Selam
proses
polarisasi, deformasi ion akan lebihdisukai dengan logam kation mempunyai muatan besar, ukuranligan yang besar, dan dengan ion logam yang mempunyai tipe konfigurasi atom gas yang
bukan gas mulia (Day, R.A. dan A. L.Underwood. 1986;
18)
Pembentukan kompleks dalam analisis anorganik kualitatif sering terlihat dan dipakai untuk pemisahan atau
identifikasi. Salahsatu fenomena yang paling
umum yang muncul bila ion kompleksterbentuk adalah perubahan warna dalam
larutan. Beberapa contohadalah:
Cu2++ 4NH3[Cu(NH3)4]2+Fe2++
6CN-[Fe(CN)6]`4-Ni2++ 6NH3[Ni(NH3)6]2+Fe3++ 6F-[FeF6]3- Suatu fenomena
lain yang penting yang sering terlihat
bilakompleks terbentuk adalah
kenaikan kelarutan; banyak endapanbisa
melarut karena pembentukan kompleks (Svehla, G. 1979; 97).
Pembuatan Garam Rangkap
Kupriammonium sulfatGaram rangkap dibentuk
apabila dua garam mengkristalbersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu
Garamrangkap yang
dibuat adalah CuSO4.(NH4)2SO4.6H2O denganmereaksikan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru
muda dan (NH4)2SO4 yang
berwarna putih, dalam 10 mL
aquadest.Campuran tersebut kurang larut sehingga dilakukan pemanasan,dan
membenyuk larutan
yang berwarna biru muda. Air mempunyai momen dipol
yang besar dan ditarik baik ke kationmaupun anion untuk membentuk ion terhidrasi. Dari sifatnyatersebut maka digunakan pelarut air
karena kedua garam yangbereaksi dapat larut dalam air murni daripada dalam pelarutorganik. Larutan
didinginkan pada suhu kamar terlebih dahuluagar kisi-kisi kristal dapat terbentuk dengan baik kemudiandidinginkan dengan es.
Percobaan ini memperoleh garam
rangkap CuSO4.(NH4)2SO4.6H2O
berupa kristal monoklin berwarna biru mudasebanyak 6,7 gram. Warna biru pada kristal-kristal tersebutmerupakan warna dari ion Cu2+ yang
menjadi salah satukomponen pembentuk garam
tersebut. Reaksi yang terjadiadalah:
CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4→
CuSO4.(NH4)2SO4.6H2OPersen rendemen yang diperoleh adalah 83,54%.
Pembuatan Garam
Kompleks tetraamincopper(II)sulfatmonohidratGaram kompleks yang
akan dibuat dengan mereaksikangaram
CuSO4.5H2O yang berwarna biru
dengan larutan NH4OH yang telah diencerkan dengan aquadest yang berupa larutanbening. Dari campuran tersebut, terbentuk larutan biru
tua yangberbau sangat menyengat. Bau tersebut barasal dari larutanammonia 15 M.
Larutan ini ditutup dengan hati-hatimenggunakan etil alkohol melalui
dinding cawan penguap.Penetesan alkohol melalui
dinding dimaksudakan agar etilalkohol tersebut
benar-benar berada pada permukaan dan tidakmenyebabkan terjadinya pengadukan
pada campuran.Etil alkohol adalah pelarut
yang baik untuk senyawa yangionik karena tetapan
dielektriknya rendah dan mengurangienergi solvasi
ion-ion. Etil alkohol tergolong sebagai pelarut yangmudah menguap, sama halnya dengan sifat alkohol lainnya.Oleh karena itu, cawan penguap ditutup dengan kaca arlojiuntuk mengurangi penguapan selama pembentukan kristal.
Agarpembentukan kristal dapat terjadi lebih
sempurna, makadidiamkan selama 1 jam.Kristal kemudian disaring pada corong buchner dan dicucidengan 5 mL campuran amonia 15 M dan etil alkohol
denganperbandingan yang sama, kemudian dengan 5 mL etil alkohollagi. Pencucian dilakukan untuk memurnikan dari pengotor-pengotor yang tidak didinginkan. Setelah dikeringkan,
diperoleh6 gram kristal. Reaksi yang terjadi adalah:CuSO
4
.5H
2
O + 4NH
3
→ [Cu(NH
3
)
4
]SO
4
.5H
2
OPersen rendemen yang
diperoleh adalah 121,46 %.
Perbandingan
beberapa sifat garam tunggal, garam rangkapdan garam
kompleks
- Kristal CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda dilarutkandengan aquadest membentuk larutan biru, setelahpenambahan NH4Oh larutan berubah menjadi biru tua. Hal iniberarti terbentuknya larutan kompleks sesuai dengan reaksi
CuSO4.5H2O + 4NH3→
[Cu(NH3)4]SO4.5H2OBiru tua
b . Kristal garam rangkap adalah
CuSO4.(NH4)2SO4.6H2O hasilpercobaan
pertama ditambahkan 3 mL H2O membentuklarutan biru muda jernih
dan setelah ditambahkan 10 mL H2O larutan
tetap berwarna biru muda yang jernih. Pada saat ini,garam rangkap terurai
menjadi ion-ion penyusunnya.Sedangkan garam kompleks
[Cu(NH3)4]SO4.5H2O yangdilarutkan dengan 3 mL H2O membentuk larutan biru tua dansetelah ditmbah 10 mL H2O, terbentuk suspensi biru tua. Halini disebabkan karena garam kompleks tidak dapat teruraimenjadi ion-ionnya, hanya menjadi kation
kompleks dananion
sederhana.[Cu(NH3)4]SO4.5H2O + H2O → [Cu(NH3)4]2++ SO42-
- Kristal garam rangkap yang dipanaskan tidak terbentukgas yang dapat diketahui dari tidak adanya bau. Sedangkanpada garam kompleks terdapat gas amonia
DAFTAR
PUSTAKA
Day,
R. A. Dan A. L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif
.Jakarta: Erlangga.
Dinno. 2009.
Sintetis dan Pemanfaatan Garam Mohr
.Online(http://www.Dinno’s.blogspot.com) diakses tanggal18 April 2010.Ramlawati.
2005.
Kimia Anorganik Fisik
. Makassar: FMIPA UNM.Rufiati, Etna. 2010.
Jenis Senyawa Garam
Vogel: Analisis Anorganik Kualitatif Makro danSemimikro
. Jakarta: PT. Media Kalman
Pustaka.Syahbani, Annisa. 2009
.
Pembuatan Garam Kompleks dan GaramRangkap
Senyawa Kompleks
Senyawa
koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan
koordinasi, yakni ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan
ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit
dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi
merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di
mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom.
Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut.
Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di
pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di
sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi).
Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa
koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron
sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis (Chang,2004).
Senyawa kompleks
pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3.
Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang
masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu
berlalu sekitar 100 tahun. Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah
dibuat dan dikaji sifat-sifatnya.
Teori Medan Ligan
Teori yang berkaitan
dengan senyawa kompleks adalah Teori Medan Ligan. Teori medan kristal ini
hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan dalam bidang fisika
zat padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika zat padat untuk
menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam transisi
terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion logam transisi dengan orbital
d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO4.5H2O.
Baru pada tahun 1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi
menerapkan teori medan kristal. Teori medan kristal ini digunakan untuk
menjelaskan energi kompleks koordinasi. Hal ini didasarkan pada deskripsi ionik
pada ikatan logam ligan. Teori medan kristal yang dikemukakan Bethe dilandasi
oleh tiga asumsi yaitu :
1.
Ligan ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan.
2.
Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenunya
sebagai interaksi elektrostatik(ionik). Apabila ligan
yang ada merupakan ligan netral seperti NH3, dan H2O,
maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul
netral diarahkan terhadap ion logam.
3.
Tidak terjadi interaksi antara
orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
4.
H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negative dari dipol dalam
molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.
5.
Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan
orbital-orbital dari ligan.
(Effendy,2007)
Menurut teori medan
kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antar atom pusat dan ligand
dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya
elektrostatik dari percobaan-percobaan yang diperoleh bahwa ada ligan-ligan
yang menghasilkan medan listrik yang kuat dan yang disebut strong ligan field,
ada ligan yang sebaliknya dan disebut weak ligan field.
Menurut medan
kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan
dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya yabng ada hanya berupa gaya elektrostatik.
Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul
yang mempunyai momen dipol permanen.
Medan listrik dari
ion pusat akan mempengaruhi ligand-ligand sekelilingnya, sedang medan gabungan
dari ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh
ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari
logam- logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, terutama pada
kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks.
Didalam ion bebas
kelima orbitald bersifatdegen erate artinya mempunyai energi yang sama dan
elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal.
Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh ligand yang tersusun secara berbeda-beda
disekitar ion pusat terhadap energi dari orbitald. Pembagian orbital d menjadi dua
golongan yaitu orbital eg ataudj dan orbital t2g atau de mempunyai arti penting
dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut.
Dengan adanya ligand
disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini terbagi
menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami
splitting.
Bila kelima orbital
d sama dengan dan medan ligand mempengaruhi kelimanya dengan cara yang sama
maka kelima orbital d ini akan tetapdegenerate pada energy level yang lebih
tinggi. Kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg dan t2g.
Disamping itu medan ligand tergantung dari letaknya disekitar ion pusat,
artinya apakah strukturnya oktahedral, tetrahedral, atau planar segi empat.
Uraian atau
splitting dari orbital d oleh ligan, tegantung dari strukturnya dan berbeda
untuk struktur oktahedral dan tetrahedral.
(Effendy,2007)
Splitting Pada Kompleks Oktahedral
Medan listrik dari
ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedang medan gabungan
dari ligan-ligan akan mempengaruhi ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama
mengenai elektron d dari ion pusat seperti kita ketahui ion kompleks dari
logam-logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, trutama pada
kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks.
Di dalam
ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energi yang
sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang
maksimal. Pembagian orbital d menjadi 2 golongan yaitu orbital eg dan orbital t2g
atau demempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligand terhadap
orbital-orbital tersebut.
Dengan
adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d
ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga
orbital d ini mengalami spliting.
Pada kompleks oktahedral atom pusat berikatan dengan 6 atom donor.
Kompleks oktahedral memiliki tingkat simetri tertinggi apabila ligan-ligan yang
terikat pada atom pusat merupakan ligan monodentat monoatom yang sama, seperti:
F-, Cl-, Br-, dan I-. Pada pembentukan kompleks octahedral dianggap ada 6 ligan
monodentat yang mendekati atom pusat sampai pada jarak tertentu saat
ikatan-ikatan antara atom pusat dan ligan-ligan terbentuk.
Pada gambar di atas
nampak bahwa orbital dx2-y2 dan dz2 tedapat
pada sumbu-sumbu x, y dan z sedangkan orbital dxy, dxz dan dyz terdapat antara
sumbu-sumbu. Karena ligan-ligan terdapat pada sumbu x, y dan z maka pengaruh
ligan pada orbital eg lebih besar daripada untuk orbital t2g.
Setelah terjadi uraian atau spliting orbiltal eg mempunyai energi lebih tinggi
daripada orbital t2g. Pada pengisian elektron, orbital t2g
akan mengisi lebih dahulu daripada orbital eg. Perbedaan antara orbital eg dan
obital t2g biasanya dinyatakan dengan Do atau 10 Dq. Karena
pada splitting tidak terjadi kehilangan energi, maka energi orbital eg menjadi
0,6 Do
lebih tinggi sedangkan obital t2g menjadi 0,4 Do lebih rendah dari
pada enegi kompleks hipotesis. Besarnya Do untuk
bermacam-macam kompleks berkisar antara 30-60kcal/mol. Ao artinya D oktahedral, untuk
membedakan dengan Dt (tetrahedral) yang akan dibahas selanjutnya.
Elektron akan
mengisi orbital d yang energinya rendah, jadi pada orbital t2g.
Teori elektrostatik sederhana tidak mengenal adanya orbital d yang mempunyai
energi berbeda di dalam kompleks. Karena itu, teori ini menyatakan bahwa
elektron d terhadap orbital d merupakan hipotesis yang degenerate. Kenyataannya
elektron d tadi menempati orbital t2g yang mempunyai energi 0,4 Do lebih rendah dari
orbital hipotesis yang degenerate. Jadi, kompleks akan 0,4 Do lebih stabil dari
pada senyawa elektrostatik yang sederhana. Dengan kata lain elektron d dan juga
kompleks sebagai keseluruhan, mempunyai energi lebih rendah sebagai hasil
penempatan elektron pada orbital t2g, suatu orbital yang relatif
jauh dari ligand. Energi sebesar 0,4Do disebut crystal
field stabilization energi (CFSE) dari kompleks. Pengisian elekton pada orbital
d, dipengaruhi oleh kekuatan medan dari ligand. Untuk ligand yang kekuatan medannya
besar atau strong ligand field, splitting yang terjadi menghasilkan perbedaan
energi yang besar, akibatnya elektron akan mengisi penuh energi yang rendah
sebelum mengisi orbital yang energinya tinggi (Effendy,2004).
Splitting Pada
Kompleks Tetrahedral
Dari gambar di atas
terlihat bahwa obital t2g lebih dekat kepada ligan-ligan daripada
orbital eg. Garis yang menghubungkan letak ligan dan titik pusat kubus dengan
arah orbital eg membentuk sudut sebesar 54044˚ sedangkan garis tersebut dengan
arah orbital t2g membentuk sudut 36016˚. Medan listrik yang terjadi
pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemisahan orbital d pada ion
pusat. Karena hal ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t2g
mendapat pengaruh yang lebih besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g
naik dan orbital eg turun. Perbedaan energi ini biasanya disebut Dt, artinya D yang harganya lebih
kecil dari pada Do. Hal ini disebabkan karena, pada medan
tetrahedral hanya ada 4 ligan. Sedanbg pada medan oktahedral ada 6 ligan,
ditambah lagi tidaka adanya ligan yang langsung searah dengan orbital d pada
medan tetrahedral. Bila jarak ligan dai pusat sama dan bila ikatan dianggap
elektrostatik murni, maka diperoleh bahwa : D tetrahedral ~ 4/9 D octahedral
(Efendy,2004).
Harga 10 dq dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya :
1.
Muatan ion logam
Makin
banyak muatan ion,makin besar pula harga 10 Dq nya,karena makinbanyak muatan
ion logam maka makin besar pula untuk menarik ligan lebih dekat.Akibatnya
pengaruh ligan makin kuat sehingga pembelahan orbital makin besar.
2.
Jenis Ion pusat
Logam
logam yang terletak pada satu periode, harga 10 dqnya tidak terlalu berbeda. Untuk satu
golongan, Semakin kebawah, harganya akan semakin besar.
3.
Ligan
Semakin kuat
ligannya, maka 10 dq juga akan semakin besar. Jika 10 dq kecil, makaligannya adalah ligan lemah. Ligan yang kuat dapat
menggantikan ligan yang lebihlemah.Harga 10 dq dapat
memberikan beberapa informasi mengenai warna
kompleks, serta sifat kemagnetan kompleks. Untuk mengeksitasi elektron dari
tingkat dasar ke tingkat yang lebih atas,
diperlukan energi. Energi yang diserap memilikipanjang gelombang
tertentu. Sedangkan, warna kompleks yang tampak adalah warnakomplementer yang
panjang gelombangnya diserap untuk eksitasi electron.
Perhitungan CFSE
Crystal
field st Hans Bethe abilizationenergy berubah – ubah sesuai dengan struktur dan
jenis ion kompleks. Perbedaan energi orbital t2g dan eg Hans Bethe
untuk kompleks tetrahedral -4/9 kali untuk kompleks octahedral orbital t2g
mempunyai energi 0,27 ∆ lebih rendah dari pada kompleks hipotesis, bila ∆
adalah ∆ , untuk kompleks tetrahedral : CFSE = (0,27y – 0,18x) ∆. y
merupakan jumlah elektron di orbital e dan x merupakan jumlah elektron di
orbital t2g.
Pada
gambar splitting oktahedral terlihat bahwa orbital t2g mempunyai
energi 0,4 Io dan energi pada orbital eg adalah 0,6 Io sehingga untuk
menghitung CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io. Dimana x = jumlah elektron di orbital t2g
dan y = jumlah elektron di orbital eg. Contoh jumlah elektron d = 7, t2g = 5
dan eg = 2.
CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io
= (0,4 . 5 – 0,6 . 2 ) Io
= (2 – 1,2 ) Io
= 0,8 Io
= (0,4 . 5 – 0,6 . 2 ) Io
= (2 – 1,2 ) Io
= 0,8 Io
Jadi dengan kata
lain CFSE dapat dihitung dengan rumus umum, yaitu :
CFSE =energi pada t2g.x
–(energi dari eg .y)
Berikut ini dicantumkan tabel nilai umum CFSE pada kompleks oktahedral,
tetrahedral dan planar segiempat (Sokardjo,1992).
DAFTAR PUSTAKA
Effendy.2007.Kimia Koordinasi Jilid 1.Malang:Bayumedia
Sukardjo.1992.Kimia Koordinasi.jakarta:Rineka Cipta
Oxtoby dkk. 2001. Prinsip-prinsip kimia modern 2.jakarta. Erlangga
Raymond chang. 2004. Kima dasar konsep-konsep inti jilid 2. Jakarta. Erlangga
Sukardjo.1992.Kimia Koordinasi.jakarta:Rineka Cipta
Oxtoby dkk. 2001. Prinsip-prinsip kimia modern 2.jakarta. Erlangga
Raymond chang. 2004. Kima dasar konsep-konsep inti jilid 2. Jakarta. Erlangga
Molekul atau ion yang berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai
atomelektronegatif seperti nitrogen, oksigen atau halogen. Ligan dalam senyawa
kompleks adalahsuatu atom atau gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan
elektron bebas. Molekul air,amoniak, ion klorida da io sianida merupakan contoh
dari ligan yang sederhana yangmembentuk kompleks dengan banyak ion logam
Ion atau molekul netral
sebagai spesies terikat pada atom pusat dalam suatu ion kompleks biasanya
dinamakan ”ligan”.
Suatu ion kompleks didefinisikan sebagai ion yang
tersusun dari atom pusat yang mengikat secara koordinasi sejumlah ion atau
molekul netral. Ion atau molekul netral sebagai spesies terikat pada atom pusat
dalam suatu ion kompleks biasanya dinamakan ”ligan”. Spesies ini memiliki satu
pasang atau lebih elektron bebas dan berperan sebagai donor pasangan elektron
pada pembentukan ikatan koordinasi (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2010 : 22).
Dalam Pelaksanaan analisis anorganik kualitatif, banyak
digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau
molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang
terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini
dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu,
meskipun tidak dapat ditafsirkan dalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom
pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi adalah 6 (Seperti dalam kasus Fe2+,
Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Cd3+),
kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi
bilangan-bilangan 2(Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum)
juga terdapat (Svehla, 1990 : 95).
Senyawa yang tersusun atas satu atom pusat, biasanya
logam atau kelompok atom seperti VO, VO2, dan TiO yang dikelilingi
oleh sejumlah anion atau molekul disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul
netral yang mengelilingi atom pusat atau kelompok atom itu disebut ligan. Jika
ditinjau dari sistem asam-basa lewis, atom pusat atau kelompok atom dalam
senyawa kompleks tersebut bertindak sebagai asam Lewis, sedangkan linggannya
bertindak sebagai basa Lewis. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat
merupakan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks disebut juga
senyawa koordinasi. Jumlah ligan yang mengelilingi atom pusat menyatakan
bilangan koordinasi. Jumlah muatan kompleks ditentukan dari penjumlahan muatan
ion pusat dan jumlah muatan yang membentuk kompleks (Ramlawati, 2005 : 1).
Zat padat dapat dibedakan antara zat padat kristal dan
amorf. Dalam kristal, ataom atau molekul penyusun memiliki struktur tetap
(tetapi dalam amorf tidak) dan titik leburnya pasti. Zat padat memiliki volume
dan bentuk tetap. Ini disebabkan karena molekul-molekul dalam zat padat
menduduki tempat yang gelap dalam kristal. Molekul-molekul zat padat juga
mengalami gerakan namun sangat terbatas (Anonim, 2010).
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti
NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan
monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yang
tersedia di sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat
(seperti ion dipiridil). Rumus dan nama beberapa ion kompleks adalah sebagai
berikut :
[Fe(CN)6]4+ heksasianoferrat (II)
[Fe(CN)6]3- heksasianoferrat (III)
[Cu(NH3)4]2+
tetraamintembaga (II)
[Cu(NH3)4]3-
tetraaminkuprat (III)
[Co(CO)4]3- tetrakarbonilkobaltat
(III)
[Ag(CN)2]- disianoargentat (I)
[Ag(S2O3)2]3-
ditiosulfatoargentat (I)
Dari contoh-contoh ini, kaidah tatanama nampak jelas (Oxtoby, 2007 ; 97).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang
tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi,
yang masing-masing dapat dihuni satu ligan (monodentat). Susunan logam-logam
sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat
dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat, dipusat suatu oktahedron
(Svehla, 1985 ; 56).
Karena kebanyakan reaksi dimana kompleks terbentuk
berlangsung larutan air, salah satu reaksi yang sangat mendasar untuk
dipelajari dan dipahami adalah dimana molekul-molekul air disekeliling kation
dalam larutan air dipindahkan dari kulit koordinasi dan diganti oleh ligan lain
masuk disini adalah kasus dimana ligan yang baru semata-mata molekul lain, yakni
reaksi pertukaran air. Dengan beberapa pengecualian misalnya [Cr(H2O)6]3+,
[Rh(H2O)6]3+ reaksi tersebut sangat cepat dan
harus dipelajari dengan metode relaksasi (Cotton, 1989 : 168).
Molekul ataupun ion yang bertindak sebagai ligan umumnya
mengandung suatu ligan atom elektronegatif, seperti nitrogen, oksigen, atau
salah satu halogen. Ligan yang hanya memiliki satu pasang elektron menyendiri
misalnya NH3 dikatakan unidentat. Ligan yang memiliki dua gugus yang
mampu membentuk dua ikatan dengan atom sentral disebut bidentat. Salah satu
contoh adalah etilendiamina, NH2CH2CH2NH2
dimana dua atom nitrogen ini memiliki pasangan elektron menyendiri. Ion tembaga
(II) membentuk suatu kompleks dengan dua molekul etilendiamina cincin yang
dibentuk oleh interaksi sebuah ion logam dengan dua gugus fungsional dalam
ligan yang sama disebut cincin sepit, molekul organiknya adalah zat penyepit
dan kompleks itu disebut senyawa sepit
Anonim. 2010. Interaksi
Antar Bahan Terlarut. Http://benito.staff.ugm.ac.id/interaksi%20antar%20bahan%20terlarut.html diakses pada 18
Mei 2010.
Cotton, Wilkinson.
1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press.
Oxtoby. 2001. Kimia
Modern. Jakarta : Erlangga.
Ramlawati. 2005. Buku
Ajar Kimia Anorganik Fisik. Makassar : Jurusan Kimia, FMIPA, UNM.
Svehla. 1990. Buku
Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian 1. Jakarta :
PT Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia
Anorganik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar :
Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.
Underwood dan Day.
2005. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Suatu ion atau molekul kompleks terdiri dari satu atom atau ion
pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan
atom atau ion pusat itu (Svehla, 1990). Ligan merupakan donor pasangan
electron sedangkan atom atau ion pusat
adalah akseptor electron (kation). Secara umum
reaksinya dituliskan sebagai berikut (Day
dan Underwood, 2002):
Mn+ +∶L⇌ [M∶ L]n+
(pers. 1)
Molekul
atau ion yang berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai atom elektronegatif seperti nitrogen, oksigen dan halogen.Ligan yang hanya
mempunyai satu pasang bebas disebut ligan unidentat.
Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan
dengan atom pusat disebut ligan bidentat (Day dan Underwood, 2002). Ligan yang
membentuk lebih dari dua ikatan dengan atom pusat disebut ligan
multidentat (Laitinen dan Harris, tanpa tahun). Ligan
multidentat yang membentuk ikatan koordinasi dengan atom pusat akan menghasilkan lingkaran heterosiklik yang disebut lingkaran kelat,
molekul organiknya adalah bahan kelat dan kompleksnya
disebut kelat atau senyawa kelat (Day dan Underwood, 2002).
Ligan multidentat tunggal yang membentuk ikatan koordinasi dengan dua atau
lebih atom pusat disebut kompleks polinuklir (Laitinen
dan Harris, tanpa tahun)
Secara umum benar bahwa
kecuali satu dari kompleks menengah sangat stabil, tidak akan ada perluasan rentang dari konsentrasi
bahan kompleks dimana sebuah spesies tunggal dominan (kecuali untuk kompleks yang terakhir
atau yang tertinggi). Mungkin akan terlihat bahwa pCu naik secara gradien ketika amonia
ditambahkan, dan tidak ada patahan yang jelas muncul ketika titrasi yang cukup telah ditambahkan
untuk mengkonversi semua kation menjadi [Cu(NH3)4]2+. Alasan terletak pada fakta bahwa tidak
semua amonia yang ditambahkan digunakan dalam satulangkah untuk membentuk
kompleks [Cu(NH3)4]2+. Sebaliknya, spesies kompleks yang lebih rendah [CuNH3]2+, [Cu(NH3)2]2+, dan [Cu(NH3)3]2+ tetap ada dalam
konsentrasi yang cukup, karena tidak terkonversi menjadi
[Cu(NH3)4]2+. Perilaku semacam ini dapat diperkirakan dari tetapan pembentukan dari langkah-langkah individual yang diberikan di
atas. Terlihat, sebagai contoh betapa kecilnya tendensi
bagi [Cu(NH3)]2+ untuk menambahkan amonia yang kedua dibandingkan
dengan tendensi Cu2+ yang bebas untuk mengikat yang pertama tadi. Secara
aktual, tendensi untuk menambahkan molekul amonia
berkurang pada setiap langkah proses tersebut (Day dan
Underwood, 2002).
Garam
rangkap merupakan perpaduan dari suatu senyawa koordinasi yang terikat oleh
sejumlah molekul air hidrat. Garam rangkap dibentuk apabila dua garam
mengkristal bersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu. Garam-garam ini
mengandung ion-ion kompleks dan dikenal sebagai senyawa koordinasi atau garam
kompleks. Garam rangkap yang dibuat adalah CuSO4(NH4)2 SO4.6H2O. Garam ini
terbentuk sebagai hasil reaksi antara CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4. Garam kupri
sulfat pentahidrat CuSO4.5H2O berwarna biru muda sedangkan garam ammonium
sulfat (NH4)2SO4 berwarna putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar