Minggu, 26 Oktober 2014

KIMIA KOORDINASI



PENGANTAR

Garam Rangkap dan Garam Kompleks
Suatu senyawa adisi atau senyawa molekular terbentuk jika sejumlah stoikiometris dua atau lebih senyawa yang stabil direaksikan dan bergabung membentuk suatu senyawa yang baru. Pembentukan sejumlah senyawa adisi diberikan dalam beberapa contoh berikut :
               KCl + MgCl2 + 6H2O   à KCl.MgCl2.6H2O
                                                                         carnallite
K2SO4 + Al2(SO4)3 + 24H2O à K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O
                                                                           kalium alum                                                              CuSO4 + 4NH3 + H2Oà CuSO4.4NH3.H2O
                                                               tetraammintembaga(II) sulfat monohidrat
(NH4)2SO4 + FeSO4 + 6H2Oà FeSO4.(NH4)2SO4.6H2O
                                                                           Garam Mohr
                  `  Fe(CN)2 + 4KCN            à Fe(CN)2.4KCN
                                                                    kalium ferosianida

Ada dua jenis senyawa adisi:
1.    garam rangkap
2.    garam kompleks

  1. Garam Rangkap
Suatu garam rangkap cukup stabil dalam fase padatannya. Jika garam rangkap ini dilarutkan dalam air, maka garam ini akan terurai menjadi ion-ion penyusunnya.
Misalnya jika kristal carnallite dilarutkan dalam air, maka dalam larutan akan terdapat ion-ion penyusun kristal karnalit tersebut, yaitu K+, Mg+, dan Cl-.

  1. Garam Kompleks
Berbeda dengan garam rangkap, jika garam kompleks dilarutkan ke dalam air, garam tersebut tidak akan terurai menjadi ion-ion sederhana dari unsur penyusunnya, tetapi terionisasi menjadi ion-ion kompleks. Misalnya saja jika senyawa CuSO4.4NH3.H2O dilarutkan dalam air, maka senyawa tersebut tidak akan terurai menjadi ion Cu2+, tetapi akan menghasilkan spesi terlarut berupa ion kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ yang stabil. Senyawa-senyawa yang mengandung ion kompleks semacam ini disebut sebagai senyawa kompleks.

Kimia koordinasi adalah salah satu cabang dari kimia anorganik yang mempelajari tentang senyawa-senyawa kompleks. Senyawa kompleks terdiri atas suatu logam yang berperan sebagai atom pusat, ion logam ini dikelilingi sejumlah ligan yang berikatan langsung dengannya hingga membentuk suatu geometris tertentu.
Sifat-sifat kimiawi dari suatu senyawa kompleks ditentukan oleh konfigurasi elektron dari logam pusat, sifat-sifat ligan, dan interaksi yang terjadi antara logam dengan ligan.

SEJARAH KIMIA KOORDINASI

Pada awal perkembangannya, senyawa kompleks banyak mengundang pertanyaan bagi para ilmuwan disaat itu akan sifatnya yang stabil. Kestabilan dari senyawa tersebut tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan teori-teori mengenai struktur dan valensi atom yang dikenal saat itu.  Misalnya saja, bagaimana CoCl3 yang merupakan suatu garam yang stabil dapat bereaksi dengan sejumlah senyawa seperti NH3 dan menghasilkan sejumlah senyawa baru : CoCl3.6NH3; CoCl3.5NH3 dan CoCl3.4NH3 ? Struktur semacam apa yang dimiliki oleh senyawaan tersebut? Bagaimana ikatan yang terbentuk antar atom dalam senyawaan itu?
Untuk meneliti sifat dan struktur dari senyawa semacam itu, para ilmuwan membuat berbagai macam senyawa dengan reaksi kimia yang sederhana untuk mencari suatu pola tertentu dari senyawa-senyawa tersebut.

A.       Teori Jorgensen
Teori Rantai yang dikemukakan oleh seorang kimiawan Denmark, S.M. Jǿrgensen sekitar tahun 1875, merupakan salah satu usaha utama untuk menjelaskan ikatan yang terbentuk dalam senyawa kompleks.
Jorgensen mengajukan teorinya berdasarkan reaksi pengendapan AgCl oleh CoCl3.xNH3.
   CoCl3.6NH3 (jingga-kuning) + AgCl (excess) à 3 AgCl
   CoCl3.5NH3 (pink)               + AgCl (excess) à 2 AgCl
CoCl3.4NH3                           + AgCl (excess) à 1 AgCl
CoCl3.3NH3 (biru-hijau)      + AgCl (excess) à      -

Berdasarkan perbandingan mol AgCl yang terendapkan, maka Jorgensen mengusulkan struktur untuk CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3 masing-masing sebagai berikut :



CoCl3.6NH3
 


CoCl3.5NH3
 


CoCl3.4NH3
 
















Menurut Jorgensen, atom Cl yang terikat langsung pada Co terikat sangat kuat sehingga tidak dapat diendapkan, sementara atom Cl yang terikat pada NH3 mudah lepas sehingga dapat diendapkan oleh perak nitrat. Hasil eksperimen untuk reaksi CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3 sesuai dengan struktur teoritis yang diajukan. Akan tetapi teori Jorgensen ini tidak dapat menjelaskan struktur yang sesuai untuk senyawa CoCl3.4NH3.


B.       Teori Alfred Werner

Pada tahun 1893, ilmuwan berkebangsaan Swiss, Alfred Werner mengajukan suatu teori mengenai ikatan yang terbentuk dalam suatu kompleks.
Postulat-postulat dari teori Werner adalah sebagai berikut :
  1. Dalam senyawa kompleks, ion logam yang menjadi atom pusat dapat memiliki dua macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi sekunder.
  2. Logam pusat memiliki kecenderungan untuk menjenuhkan baik valensi primer maupun valensi sekudernya.
  3. Valensi primer diisi oleh anion, dan tidak menentukan geometri dari kompleks. Spesi yang mengisi valensi primer dapat diionkan sehingga dapat diendapkan.
  4. Valensi sekunder dapat diisi baik oleh anion maupun spesi netral. Spesi yang mengisi valensi sekunder terikat dengan kuat dan memiliki kedudukan khusus dalam ruang
  5. Banyaknya spesi yang mengisi valensi sekunder menentukan bentuk geometri dari kompleks

Dalam pengertian modern, valensi primer dalam Teori Werner adalah tingkat oksidasi dari logam pusat. Spesi yang mengisi valensi sekunder adalah ligan, dan jumlah valensi sekunder dalam istilah modern disebut sebagai bilangan koordinasi.

Berdasarkan postulat-postulat di atas, Werner dapat meramalkan struktur dari CoCl3.xNH3.
Misalnya pada senyawa CoCl3.6NH3, Werner menyatakan bahwa struktur senyawa tersebut adalah sebagai berikut:
 






Dalam struktur di atas, Co memiliki 6 valensi sekunder (----) dan memiliki bentuk geometris oktahedral. Kesemua valensi sekunder diisi oleh NH3. Co masih memiliki tiga valensi primer (      ) dan ketiganya diisi oleh Cl. Karena Cl terikat pada valensi primer, maka Cl dapat terionkan dan diendapkan menjadi AgCl dengan larutan perak nitrat.
Untuk senyawa CoCl3.3NH3, Werner mengajukan struktur sebagai berikut:


 






Pada CoCl3.3NH3, Cl terikat pada valensi primer dan pada valensi sekunder, sehingga tidak dapat  terionkan dan diendapkan oleh perak nitrat.
Dalam teori modern, maka valensi primer pada Teori Werner menunjukkan bilangan oksidasi dari logam pusat, sementara valensi sekunder adalah bilangan koordinasi yang menunjukkan banyaknya ligan yang dapat diikat oleh logam pusat.

BILANGAN ATOM EFEKTIF (EFFECTIVE ATOMIC NUMBER)

Pada tahun 1916, Lewis mengemukakan bahwa suatu ikatan kovalen terbentuk antara dua atom dalam suatu molekul melalu pemakaian bersama suatu pasangan elektron. Konsep Lewis ini selanjutnya dikembangkan oleh Sidgwick. Sidgwick mengemukakan suatu teori untuk pembentukan ikatan koordinasi (kadang-kadang juga disebut sebagai ikatan polar atau ikatan datif). Menurut Sidgwick, ligan mendonorkan pasangan elektron kepada ion logam, sehingga membentuk suatu ikatan koordinasi. Arah pemberian elektron dari ligan kepada ion logam ditunjukkan dengan tanda panah dari arah ligan menuju logam. Ikatan koordinasi tidak jauh berbeda dengan ikatan kovalen, karena sama-sama menyangkut pemakaian bersama pasangan elektron, perbedaannya hanya terletak pada pembentukan ikatan tersebut.
Contohnya pada kompleks [Co(NH3)6]3+. Setiap ligan NH3 mendonorkan satu pasang elektron untuk membentuk ikatan koordinasi dengan ion Co3+ sebagai ion pusat.





Kompleks [Co(NH3)6]3+, enam buah ligan NH3 yang mengelilingi Co3+ masing-masing mendonorkan sepasang elektron pada Co3+ untuk membentuk ikatan, ditunjukkan dari arah panah yang menuju Co3+ dari NH3

Dalam konsepnya mengenai ikatan koordinasi ini, Sidgwick menyatakan bahwa jumlah elektron yang mengelilingi ion pusat, termasuk yang didonorkan oleh ligan disebut sebagai bilangan atom efektif (Effective Atomic Number, EAN) dari logam tersebut. Pada sebagian besar senyawa kompleks, jumlah elektron yang mengelilingi ion pusat sama dengan nomor atom dari gas mulia setelah logam tersebut dalam sistem periodik unsur. Fenomena ini disebut sebagai Aturan Bilangan Atom Efektif.
Untuk menghitung EAN suatu ion logam dalam kompleks tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
EAN = ( Zx ) + ( n x y )
Dimana Z adalah nomor atom logam pusat, x adalah tingkat oksidasi dari logam pusat tersebut, n adalah jumlah ligan, dan y menunjukkan jumlah elektron yang disumbangkan oleh satu ligan.
Dalam kenyataannya, ternyata banyak senyawa-senyawa kompleks yang tidak mengikuti aturan EAN ini. Tetapi berdasarkan EAN tersebut sifat kemagnetan dari suatu senyawa dapat diramalkan. Kompleks yang mengikuti Aturan EAN (EAN sama dengan nomor atom gas mulia terdekat dari logam) bersifat diamagnetik. Sebaliknya, kompleks yang tidak mengikuti aturan EAN bersifat paramagnetik. Hal ini telah dibuktikan melalui ekperimen.
Misalnya saja, untuk ion Co3+ (nomor atom Co = 27) dalam kompleks [Co(NH3)6]3+. Setiap ligan NH3 menyumbangkan dua buah elektron, dan dalam kompleks tersebut, Co3+ dikelilingi oleh 6 ligan NH3. Maka EAN dari Co3+ dalam kompleks tersebut dapat dihitung sebagai berikut.
(27 - 3) + (6 x 2) = 36 (sama dengan nomor atom Kripton, gas mulia setelah Co dalam SPU.
Harga EAN dari Co3+ dalam kompleks tersebut mengikuti Aturan EAN, sehingga dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat diamagnetik
Sebaliknya, sejumlah kompleks yang tidak mengikuti Aturan EAN ternyata bersifat paramagnetik. Misalkan untuk kompleks [Cu(NH3)4]2+. Nomor atom Cu adalah 29, ion Cu2+ dalam kompleks tersebut dikelilingi 4 ligan NH3 yang masing-masing menyumbangkan dua buah elektron. Dengan demikian harga EAN dari Cu2+ dalam kompleks tersebut adalah : (29 – 2 ) + ( 4 x 2 ) = 35. Harga ini tidak sesuai dengan aturan EAN. Dengan demikian kompleks [Cu(NH3)4]2+ dapat diramalkan bersifat paramagnetik. Jumlah elektron tidak berpasangan yang ada dalam kompleks ini dapat dihitung dari selisih antara nomor atom gas mulia sesudah atom logam dengan harga EAN dari logam pada kompleks tersebut. Untuk kasus kompleks [Cu(NH3)4]2+ seperti di atas, jumlah elektron tidak berpasangan yang ada dalam kompleks adalah
36 (nomor atom Kr) – 35 (EAN dari Cu2+) = 1
Harga momen magnetik (μ) suatu kompleks dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
μ = { n ( n + 2) }½
Dengan n adalah jumlah elektron tidak berpasangan yang ada pada kompleks.

LATIHAN
  1. Larutan FeSO4 yang direaksikan dengan larutan (NH4)2SO4 dengan perbandingan molar 1:1) memberikan hasil positif atas uji keberadaan ion Fe2+. Akan tetapi larutan CuSO4 yang dicampurkan dengan NH3 cair (dengan perbandingan molar 1:4) tidak memberikan hasil positif atas uji keberadaan ion Cu2+. Jelaskan mengapa!
  2. Jelaskan mengapa [Pt(NH3)2Cl2] dan [Pt(NH3)6]Cl4 memiliki konduktivitas elektrolit yang berbeda!
  3. Urutkan kompleks-kompleks berikut berdasarkan kenaikan konduktivitas elektrolitnya : [Co(NH3)3Cl3]; [Co(NH3)5Cl]Cl2; [Co(NH3)6Cl3; dan [Co(NH3)5Cl]Cl!
  4. Tentukan jumlah elektron tidak berpasangan dan momen magnetik dari : (a) [Cu(NH3)4]2+
     (b) [Cr(NH3)6]Cl3
  1. Gunakan aturan EAN untuk meramalkan rumus molekul suatu kompleks karbonil yang terbentuk dengan atom Cr (NA = 24); Fe (NA = 26) dan Ni (NA = 28) sebagai atom pusat kompleks tersebut! Diasumsikan ketiga logam berada pada tingkat oksidasi nol!

ligan adalah molekul sederhana yang dalam senyawa kompleks bertindak sebagai donor pasangan elektron (basa Lewis). ligan akan memberikan pasangan elektronnya kepada atom pusat yang menyediakan orbital kosong. interaksi antara ligan dan atom pusat menghasilkan ikatan koordinasi. jenis-jenis ligan ialah monodentat, bidentat dan polidentat.
Jumlah ligan yang mengelilingi atom pusatmenyatakan  bilangan  koordinasi.
Hal yangsangat spesifik dari senyawa kompleks adalah adanya spesies 
bagian dari senyawa itu yang tidak berubah baik dalam padatanmaupun dalam larutan, walaupun sedikit ada disosiasi. Spesiestersebut dapat berupa nonionik, kation dan anion, bergantung padamuatan penyusunnya. Jika bermuatan maka spesies itu disebut ionkompleks  atau  lebih  sederhana  disebut  spesies  kompleks(Ramlawati. 2005; 1)
Garam  rangkap:  Contoh;  Kal(SO4)2.H2O(s) atauK2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Garam ini terdiri dari dua macam garamyang  mengkristal  menjadi  satu.  Garam  rangkap  dapat  pulamengandung satu kation dan satu anion; misalnya kapur klor,CaOCl2atau CaCl2.Ca(OCl)2. Dalam air semua ion-ionnya terurai.Tawa di atas bersifat asam, karena Al3+(aq) berasal dari basa lemah(Rufiati, Etna. 2010; 1).

Suatu garam yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu disebutgaram rangkap. Proses pembentukan dari garam rangkap terjadiapabila  dua  garam  mengkristal  bersama-sama  denganperbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu memiliki strukturtersendiri  dan  tidak  harus  sama  dengan  struktur  garamkomponennya (Syahbani, Annisa. 2009; 2).
Senyawa kompleks berbeda dengan garam rangkap. Contoh,dua senyawa 2KCl.HgCl2 dan 2KCl.HgCl2. Sepintas kedua senyawa inimirip tetapi ternyata memiliki sifat yang berbeda. Senyawa yangpertama  menghasilkan  tiga  ion  tiap  molekul.  Berdasarkanperbedaan sifat itu, senyawa pertama dinamakan kompleks yang secara umum dituliskan K2[HgCl4], dan senyawa kedua dinamakangaram rangkap dan tetap ditulis 2KCl.HgCl2
(Ramlawati. 2005; 1-2).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatankoordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan (Svehla,G. 1979; 95).
 
Pembentukan kompleks oleh ion logam tergantung adakecenderungan untuk mengisi orbital atom kosong dalam usahamencapai konfigurasi elektron yang stabil. Ikatan yang terbentuk dapat bersifat kovalen seperti [Fe(CN)6]4+atau elektrostatik seperti[Ca(H2O)2]2+
. Selam proses polarisasi, deformasi ion akan lebihdisukai dengan logam kation mempunyai muatan besar, ukuranligan yang besar, dan dengan ion logam yang mempunyai tipe konfigurasi atom gas yang bukan gas mulia (Day, R.A. dan A. L.Underwood. 1986; 18)
Pembentukan kompleks dalam analisis anorganik kualitatif sering terlihat dan dipakai untuk pemisahan atau identifikasi. Salahsatu fenomena yang paling umum yang muncul bila ion kompleksterbentuk adalah perubahan warna dalam larutan. Beberapa contohadalah:
Cu2++ 4NH3[Cu(NH3)4]2+Fe2++ 6CN-[Fe(CN)6]`4-Ni2++ 6NH3[Ni(NH3)6]2+Fe3++ 6F-[FeF6]3- Suatu  fenomena  lain  yang  penting  yang  sering  terlihat  bilakompleks terbentuk adalah kenaikan kelarutan; banyak endapanbisa melarut karena pembentukan kompleks (Svehla, G. 1979; 97).
Pembuatan Garam Rangkap Kupriammonium sulfatGaram rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristalbersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu Garamrangkap  yang  dibuat  adalah  CuSO4.(NH4)2SO4.6H2O  denganmereaksikan  CuSO4.5H2O  yang  berwarna  biru  muda  dan (NH4)2SO4 yang  berwarna  putih,  dalam  10  mL  aquadest.Campuran tersebut kurang larut sehingga dilakukan pemanasan,dan  membenyuk  larutan   yang  berwarna  biru  muda.  Air mempunyai momen dipol yang besar dan ditarik baik ke kationmaupun anion untuk membentuk ion terhidrasi. Dari sifatnyatersebut maka digunakan pelarut air karena kedua garam yangbereaksi dapat larut dalam air murni daripada dalam pelarutorganik. Larutan didinginkan pada suhu kamar terlebih dahuluagar kisi-kisi kristal dapat terbentuk dengan baik kemudiandidinginkan dengan es.

Percobaan  ini  memperoleh  garam  rangkap   CuSO4.(NH4)2SO4.6H2O berupa kristal monoklin berwarna biru mudasebanyak 6,7 gram. Warna biru pada kristal-kristal tersebutmerupakan  warna  dari  ion  Cu2+ yang  menjadi  salah  satukomponen  pembentuk  garam  tersebut.  Reaksi  yang  terjadiadalah:
CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4→ CuSO4.(NH4)2SO4.6H2OPersen rendemen yang diperoleh adalah 83,54%.
Pembuatan  Garam  Kompleks  tetraamincopper(II)sulfatmonohidratGaram kompleks yang akan dibuat dengan mereaksikangaram  CuSO4.5H2O yang berwarna biru dengan larutan NH4OH yang telah diencerkan dengan aquadest yang berupa larutanbening. Dari campuran tersebut, terbentuk larutan biru tua yangberbau sangat menyengat. Bau tersebut barasal dari larutanammonia  15  M.  Larutan  ini  ditutup  dengan  hati-hatimenggunakan  etil  alkohol  melalui  dinding  cawan  penguap.Penetesan  alkohol  melalui  dinding  dimaksudakan  agar  etilalkohol tersebut benar-benar berada pada permukaan dan tidakmenyebabkan terjadinya pengadukan pada campuran.Etil alkohol adalah pelarut yang baik untuk senyawa yangionik  karena  tetapan  dielektriknya  rendah  dan  mengurangienergi solvasi ion-ion. Etil alkohol tergolong sebagai pelarut yangmudah menguap, sama halnya dengan sifat alkohol lainnya.Oleh karena itu, cawan penguap ditutup dengan kaca arlojiuntuk mengurangi penguapan selama pembentukan kristal. Agarpembentukan  kristal  dapat  terjadi  lebih  sempurna,  makadidiamkan selama 1 jam.Kristal kemudian disaring pada corong buchner dan dicucidengan 5 mL campuran amonia 15 M dan etil alkohol denganperbandingan yang sama, kemudian dengan 5 mL etil alkohollagi. Pencucian dilakukan untuk memurnikan dari pengotor-pengotor yang tidak didinginkan. Setelah dikeringkan, diperoleh6 gram kristal. Reaksi yang terjadi adalah:CuSO
4
.5H
2
O + 4NH
3
→ [Cu(NH
3
)
4
]SO
4
.5H
2
OPersen rendemen yang diperoleh adalah 121,46 %.

Perbandingan beberapa sifat garam tunggal, garam rangkapdan garam kompleks
  1. Kristal CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda dilarutkandengan  aquadest  membentuk  larutan  biru,  setelahpenambahan NH4Oh larutan berubah menjadi biru tua. Hal iniberarti terbentuknya larutan kompleks sesuai dengan reaksi
CuSO4.5H2O + 4NH3→ [Cu(NH3)4]SO4.5H2OBiru tua
b .  Kristal garam rangkap  adalah CuSO4.(NH4)2SO4.6H2O hasilpercobaan  pertama  ditambahkan  3  mL  H2O  membentuklarutan biru muda jernih dan setelah ditambahkan 10 mL H2O larutan tetap berwarna biru muda yang jernih. Pada saat ini,garam  rangkap  terurai  menjadi  ion-ion  penyusunnya.Sedangkan  garam  kompleks  [Cu(NH3)4]SO4.5H2O  yangdilarutkan dengan 3 mL H2O membentuk larutan biru tua dansetelah ditmbah 10 mL H2O, terbentuk suspensi biru tua. Halini disebabkan karena garam kompleks tidak dapat teruraimenjadi ion-ionnya,  hanya  menjadi  kation  kompleks dananion sederhana.[Cu(NH3)4]SO4.5H2O + H2O → [Cu(NH3)4]2++ SO42- 
  1. Kristal garam rangkap yang dipanaskan tidak terbentukgas yang dapat diketahui dari tidak adanya bau. Sedangkanpada garam kompleks terdapat gas amonia

 
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. Dan A. L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif 
.Jakarta: Erlangga.
Dinno.  2009.
Sintetis  dan  Pemanfaatan  Garam  Moh
.Online(http://www.Dinno’s.blogspot.com) diakses tanggal18 April 2010.Ramlawati. 2005.
Kimia Anorganik Fisik 
. Makassar: FMIPA UNM.Rufiati,  Etna.  2010.
Jenis  Senyawa  Garam
.Online(http://blog.bimbingankimia.com)  diakses  tanggal18 April 2010.Svehla, G. 1979.
Vogel: Analisis Anorganik Kualitatif Makro danSemimikro
. Jakarta: PT. Media Kalman Pustaka.Syahbani, Annisa. 2009
. Pembuatan Garam Kompleks dan GaramRangkap
.  Online(http://annisafuhsin.wordpress.com)diakses tanggal 18 April 2010
Senyawa Kompleks
Senyawa koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni  ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis (Chang,2004).
Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun. Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah dibuat dan dikaji sifat-sifatnya.
            Teori Medan Ligan
Teori yang berkaitan dengan senyawa kompleks adalah Teori Medan Ligan. Teori medan kristal ini hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan dalam bidang fisika zat padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika zat padat untuk menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam transisi terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion logam transisi dengan orbital d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO4.5H2O. Baru pada tahun 1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi menerapkan teori medan kristal.  Teori medan kristal ini digunakan untuk menjelaskan energi kompleks koordinasi. Hal ini didasarkan pada deskripsi ionik pada ikatan logam ligan. Teori medan kristal yang dikemukakan Bethe dilandasi oleh tiga asumsi yaitu :
1.                  Ligan ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan.

2.         Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenunya     sebagai interaksi elektrostatik(ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral seperti NH3, dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.
           
3.         Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
4.         H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negative dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap  ion logam.
5.         Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
(Effendy,2007)
Menurut teori medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antar atom pusat dan ligand dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik dari percobaan-percobaan yang diperoleh bahwa ada ligan-ligan yang menghasilkan medan listrik yang kuat dan yang disebut strong ligan field, ada ligan yang sebaliknya dan disebut weak ligan field.
Menurut medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya yabng ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol permanen.
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligand-ligand sekelilingnya, sedang medan gabungan dari ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari logam- logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks.
Didalam ion bebas kelima orbitald bersifatdegen erate artinya mempunyai energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh ligand yang tersusun secara berbeda-beda disekitar ion pusat terhadap energi dari orbitald. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg ataudj dan orbital t2g atau de mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut.
Dengan adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami splitting.
Bila kelima orbital d sama dengan dan medan ligand mempengaruhi kelimanya dengan cara yang sama maka kelima orbital d ini akan tetapdegenerate pada energy level yang lebih tinggi. Kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg dan t2g. Disamping itu medan ligand tergantung dari letaknya disekitar ion pusat, artinya apakah strukturnya oktahedral, tetrahedral, atau planar segi empat.
Uraian atau splitting dari orbital d oleh ligan, tegantung dari strukturnya dan berbeda untuk struktur oktahedral dan tetrahedral.
(Effendy,2007)
            Splitting Pada Kompleks Oktahedral
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat seperti kita ketahui ion kompleks dari logam-logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, trutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks.
Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Pembagian orbital d menjadi 2 golongan yaitu orbital eg dan orbital t2g atau demempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligand terhadap orbital-orbital tersebut.
Dengan adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami spliting.
Pada kompleks oktahedral atom pusat berikatan dengan 6 atom donor. Kompleks oktahedral memiliki tingkat simetri tertinggi apabila ligan-ligan yang terikat pada atom pusat merupakan ligan monodentat monoatom yang sama, seperti: F-, Cl-, Br-, dan I-. Pada pembentukan kompleks octahedral dianggap ada 6 ligan monodentat yang mendekati atom pusat sampai pada jarak tertentu saat ikatan-ikatan antara atom pusat dan ligan-ligan terbentuk.
Pada gambar di atas nampak bahwa orbital dx2-y2 dan dz2 tedapat pada sumbu-sumbu x, y dan z sedangkan orbital dxy, dxz dan dyz terdapat antara sumbu-sumbu. Karena ligan-ligan terdapat pada sumbu x, y dan z maka pengaruh ligan pada orbital eg lebih besar daripada untuk orbital t2g. Setelah terjadi uraian atau spliting orbiltal eg mempunyai energi lebih tinggi daripada orbital t2g. Pada pengisian elektron, orbital t2g akan mengisi lebih dahulu daripada orbital eg. Perbedaan antara orbital eg dan obital t2g biasanya dinyatakan dengan Do atau 10 Dq. Karena pada splitting tidak terjadi kehilangan energi, maka energi orbital eg menjadi 0,6 Do lebih tinggi sedangkan obital t2g menjadi 0,4 Do lebih rendah dari pada enegi kompleks hipotesis. Besarnya Do untuk bermacam-macam kompleks berkisar antara 30-60kcal/mol. Ao artinya D oktahedral, untuk membedakan dengan Dt (tetrahedral) yang akan dibahas selanjutnya.
Elektron akan mengisi orbital d yang energinya rendah, jadi pada orbital t2g. Teori elektrostatik sederhana tidak mengenal adanya orbital d yang mempunyai energi berbeda di dalam kompleks. Karena itu, teori ini menyatakan bahwa elektron d terhadap orbital d merupakan hipotesis yang degenerate. Kenyataannya elektron d tadi menempati orbital t2g yang mempunyai energi 0,4 Do lebih rendah dari orbital hipotesis yang degenerate. Jadi, kompleks akan 0,4 Do lebih stabil dari pada senyawa elektrostatik yang sederhana. Dengan kata lain elektron d dan juga kompleks sebagai keseluruhan, mempunyai energi lebih rendah sebagai hasil penempatan elektron pada orbital t2g, suatu orbital yang relatif jauh dari ligand. Energi sebesar 0,4Do disebut crystal field stabilization energi (CFSE) dari kompleks. Pengisian elekton pada orbital d, dipengaruhi oleh kekuatan medan dari ligand. Untuk ligand yang kekuatan medannya besar atau strong ligand field, splitting yang terjadi menghasilkan perbedaan energi yang besar, akibatnya elektron akan mengisi penuh energi yang rendah sebelum mengisi orbital yang energinya tinggi (Effendy,2004).
Splitting Pada Kompleks Tetrahedral
Dari gambar di atas terlihat bahwa obital t2g lebih dekat kepada ligan-ligan daripada orbital eg. Garis yang menghubungkan letak ligan dan titik pusat kubus dengan arah orbital eg membentuk sudut sebesar 54044˚ sedangkan garis tersebut dengan arah orbital t2g membentuk sudut 36016˚. Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemisahan orbital d pada ion pusat. Karena hal ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t2g mendapat pengaruh yang lebih besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g naik dan orbital eg turun. Perbedaan energi ini biasanya disebut Dt, artinya D yang harganya lebih kecil dari pada Do. Hal ini disebabkan karena, pada medan tetrahedral hanya ada 4 ligan. Sedanbg pada medan oktahedral ada 6 ligan, ditambah lagi tidaka adanya ligan yang langsung searah dengan orbital d pada medan tetrahedral. Bila jarak ligan dai pusat sama dan bila ikatan dianggap elektrostatik murni, maka diperoleh bahwa : D tetrahedral ~ 4/9 D octahedral (Efendy,2004).
Harga 10 dq dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.      Muatan ion logam

Makin banyak muatan ion,makin besar pula harga 10 Dq nya,karena makinbanyak muatan ion logam maka makin besar pula untuk menarik ligan lebih dekat.Akibatnya  pengaruh ligan makin kuat sehingga pembelahan orbital makin besar.

2.      Jenis Ion pusat 

Logam logam yang terletak pada satu periode, harga 10 dqnya tidak terlalu berbeda. Untuk satu golongan, Semakin kebawah, harganya akan semakin besar.


3.      Ligan

Semakin kuat ligannya, maka 10 dq juga akan semakin besar. Jika 10 dq kecil, makaligannya adalah ligan lemah. Ligan yang kuat dapat menggantikan ligan yang lebihlemah.Harga  10  dq  dapat  memberikan  beberapa  informasi  mengenai  warna kompleks, serta sifat kemagnetan kompleks. Untuk mengeksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih atas, diperlukan energi. Energi yang diserap memilikipanjang gelombang tertentu. Sedangkan, warna kompleks yang tampak adalah warnakomplementer yang panjang gelombangnya diserap untuk eksitasi electron.

Perhitungan CFSE
Crystal field st Hans Bethe abilizationenergy berubah – ubah sesuai dengan struktur dan jenis ion kompleks. Perbedaan energi orbital t2g dan eg Hans Bethe untuk kompleks tetrahedral -4/9 kali untuk kompleks octahedral orbital t2g mempunyai energi 0,27 ∆ lebih rendah dari pada kompleks hipotesis, bila ∆ adalah ∆ , untuk kompleks tetrahedral : CFSE = (0,27y – 0,18x) ∆.  y merupakan  jumlah elektron di orbital e dan x merupakan jumlah elektron di orbital t2g.
Pada gambar splitting oktahedral terlihat bahwa orbital t2g mempunyai energi 0,4 Io dan energi pada orbital eg adalah 0,6 Io sehingga untuk menghitung CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io. Dimana x = jumlah elektron di orbital t2g dan y = jumlah elektron di orbital eg. Contoh jumlah elektron d = 7, t2g = 5 dan eg = 2.
CFSE  = (0,4 x – 0,6 y) Io
           = (0,4 . 5 – 0,6 . 2 ) Io
           = (2 – 1,2 ) Io
           = 0,8 Io
Jadi dengan kata lain CFSE dapat dihitung dengan rumus umum, yaitu :
CFSE =energi pada t2g.x –(energi dari eg .y)

Berikut ini dicantumkan tabel nilai umum CFSE pada kompleks oktahedral, tetrahedral dan planar segiempat (Sokardjo,1992).
DAFTAR PUSTAKA
Effendy.2007.Kimia Koordinasi Jilid 1.Malang:Bayumedia
Sukardjo.1992.Kimia Koordinasi.jakarta:Rineka Cipta
Oxtoby dkk. 2001. Prinsip-prinsip kimia modern 2.jakarta. Erlangga
Raymond chang. 2004. Kima dasar konsep-konsep inti jilid 2. Jakarta. Erlangga

Molekul atau ion yang berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai atomelektronegatif seperti nitrogen, oksigen atau halogen. Ligan dalam senyawa kompleks adalahsuatu atom atau gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan elektron bebas. Molekul air,amoniak, ion klorida da io sianida merupakan contoh dari ligan yang sederhana yangmembentuk kompleks dengan banyak ion logam
Ion atau molekul netral sebagai spesies terikat pada atom pusat dalam suatu ion kompleks biasanya dinamakan ”ligan”.
Suatu ion kompleks didefinisikan sebagai ion yang tersusun dari atom pusat yang mengikat secara koordinasi sejumlah ion atau molekul netral. Ion atau molekul netral sebagai spesies terikat pada atom pusat dalam suatu ion kompleks biasanya dinamakan ”ligan”. Spesies ini memiliki satu pasang atau lebih elektron bebas dan berperan sebagai donor pasangan elektron pada pembentukan ikatan koordinasi (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2010 : 22).
Dalam Pelaksanaan analisis anorganik kualitatif, banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun tidak dapat ditafsirkan dalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi adalah 6 (Seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Cd3+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2(Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat (Svehla, 1990 : 95).
Senyawa yang tersusun atas satu atom pusat, biasanya logam atau kelompok atom seperti VO, VO2, dan TiO yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau molekul disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul netral yang mengelilingi atom pusat atau kelompok atom itu disebut ligan. Jika ditinjau dari sistem asam-basa lewis, atom pusat atau kelompok atom dalam senyawa kompleks tersebut bertindak sebagai asam Lewis, sedangkan linggannya bertindak sebagai basa Lewis. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat merupakan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks disebut juga senyawa koordinasi. Jumlah ligan yang mengelilingi atom pusat menyatakan bilangan koordinasi. Jumlah muatan kompleks ditentukan dari penjumlahan muatan ion pusat dan jumlah muatan yang membentuk kompleks (Ramlawati, 2005 : 1).
Zat padat dapat dibedakan antara zat padat kristal dan amorf. Dalam kristal, ataom atau molekul penyusun memiliki struktur tetap (tetapi dalam amorf tidak) dan titik leburnya pasti. Zat padat memiliki volume dan bentuk tetap. Ini disebabkan karena molekul-molekul dalam zat padat menduduki tempat yang gelap dalam kristal. Molekul-molekul zat padat juga mengalami gerakan namun sangat terbatas (Anonim, 2010).
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yang tersedia di sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil). Rumus dan nama beberapa ion kompleks adalah sebagai berikut :
[Fe(CN)6]4+ heksasianoferrat (II)
[Fe(CN)6]3- heksasianoferrat (III)
[Cu(NH3)4]2+ tetraamintembaga (II)
[Cu(NH3)4]3- tetraaminkuprat (III)
[Co(CO)4]3- tetrakarbonilkobaltat (III)
[Ag(CN)2]- disianoargentat (I)
[Ag(S2O3)2]3- ditiosulfatoargentat (I)
Dari contoh-contoh ini, kaidah tatanama nampak jelas (Oxtoby, 2007 ; 97).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masing dapat dihuni satu ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat, dipusat suatu oktahedron (Svehla, 1985 ; 56).
Karena kebanyakan reaksi dimana kompleks terbentuk berlangsung larutan air, salah satu reaksi yang sangat mendasar untuk dipelajari dan dipahami adalah dimana molekul-molekul air disekeliling kation dalam larutan air dipindahkan dari kulit koordinasi dan diganti oleh ligan lain masuk disini adalah kasus dimana ligan yang baru semata-mata molekul lain, yakni reaksi pertukaran air. Dengan beberapa pengecualian misalnya [Cr(H2O)6]3+, [Rh(H2O)6]3+ reaksi tersebut sangat cepat dan harus dipelajari dengan metode relaksasi (Cotton, 1989 : 168).
Molekul ataupun ion yang bertindak sebagai ligan umumnya mengandung suatu ligan atom elektronegatif, seperti nitrogen, oksigen, atau salah satu halogen. Ligan yang hanya memiliki satu pasang elektron menyendiri misalnya NH3 dikatakan unidentat. Ligan yang memiliki dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan dengan atom sentral disebut bidentat. Salah satu contoh adalah etilendiamina, NH2CH2CH2NH2 dimana dua atom nitrogen ini memiliki pasangan elektron menyendiri. Ion tembaga (II) membentuk suatu kompleks dengan dua molekul etilendiamina cincin yang dibentuk oleh interaksi sebuah ion logam dengan dua gugus fungsional dalam ligan yang sama disebut cincin sepit, molekul organiknya adalah zat penyepit dan kompleks itu disebut senyawa sepit
Anonim. 2010. Interaksi Antar Bahan Terlarut. Http://benito.staff.ugm.ac.id/interaksi%20antar%20bahan%20terlarut.html diakses pada 18 Mei 2010.
Cotton, Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press.
Oxtoby. 2001. Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Ramlawati. 2005. Buku Ajar Kimia Anorganik Fisik. Makassar : Jurusan Kimia, FMIPA, UNM.
Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian 1. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Anorganik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.
Underwood dan Day. 2005. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Suatu ion atau molekul kompleks terdiri dari satu atom atau ion pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom atau ion pusat itu (Svehla, 1990). Ligan merupakan donor pasangan
electron sedangkan atom atau ion pusat adalah akseptor electron (kation). Secara umum
reaksinya dituliskan sebagai berikut (Day dan Underwood, 2002):
Mn+ +L [M L]n+
(pers. 1)
Molekul atau ion yang berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai atom elektronegatif seperti nitrogen, oksigen dan halogen.Ligan yang hanya mempunyai satu pasang bebas disebut ligan unidentat. Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan dengan atom pusat disebut ligan bidentat (Day dan Underwood, 2002). Ligan yang membentuk lebih dari dua ikatan dengan atom pusat disebut ligan multidentat (Laitinen dan Harris, tanpa tahun). Ligan multidentat yang membentuk ikatan koordinasi dengan atom pusat akan menghasilkan lingkaran heterosiklik yang disebut lingkaran kelat, molekul organiknya adalah bahan kelat dan kompleksnya disebut kelat atau senyawa kelat (Day dan Underwood, 2002). Ligan multidentat tunggal yang membentuk ikatan koordinasi dengan dua atau lebih atom pusat disebut kompleks polinuklir (Laitinen dan Harris, tanpa tahun)
Secara umum benar bahwa kecuali satu dari kompleks menengah sangat stabil, tidak akan ada perluasan rentang dari konsentrasi bahan kompleks dimana sebuah spesies tunggal dominan (kecuali untuk kompleks yang terakhir atau yang tertinggi). Mungkin akan terlihat bahwa pCu naik secara gradien ketika amonia ditambahkan, dan tidak ada patahan yang jelas muncul ketika titrasi yang cukup telah ditambahkan untuk mengkonversi semua kation menjadi [Cu(NH3)4]2+. Alasan terletak pada fakta bahwa tidak semua amonia yang ditambahkan digunakan dalam satulangkah untuk membentuk kompleks [Cu(NH3)4]2+. Sebaliknya, spesies kompleks yang lebih rendah [CuNH3]2+, [Cu(NH3)2]2+, dan [Cu(NH3)3]2+ tetap ada dalam konsentrasi yang cukup, karena tidak terkonversi menjadi [Cu(NH3)4]2+. Perilaku semacam ini dapat diperkirakan dari tetapan pembentukan dari langkah-langkah individual yang diberikan di atas. Terlihat, sebagai contoh betapa kecilnya tendensi bagi [Cu(NH3)]2+ untuk menambahkan amonia yang kedua dibandingkan dengan tendensi Cu2+ yang bebas untuk mengikat yang pertama tadi. Secara aktual, tendensi untuk menambahkan molekul amonia berkurang pada setiap langkah proses tersebut (Day dan Underwood, 2002).
Garam rangkap merupakan perpaduan dari suatu senyawa koordinasi yang terikat oleh sejumlah molekul air hidrat. Garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal bersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu. Garam-garam ini mengandung ion-ion kompleks dan dikenal sebagai senyawa koordinasi atau garam kompleks. Garam rangkap yang dibuat adalah CuSO4(NH4)2 SO4.6H2O. Garam ini terbentuk sebagai hasil reaksi antara CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4. Garam kupri sulfat pentahidrat CuSO4.5H2O berwarna biru muda sedangkan garam ammonium sulfat (NH4)2SO4 berwarna putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar